JAKARTA–Kementerian Perhubungan telah menerapkan sanksi tilang pada truk yang over dimension over loading (ODOL) sejak November tahun lalu. Namun hal ini dirasa masih belum efektif. Untuk itu, Ditjen Perhubungan Darat mengajak asosiasi dan pengusaha untuk mendorong agar menghilangkan truk ODOL.
Pada tahun 2017 pada saat pelaksanaaan uji petik ODOL ditemukan sebanyak 67,5 persen pelanggaran kelebihan beban. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi menyampaikan bahwa persoalan ini harus dihilangkan mulai dari hulu. Untuk itu dibutuhkan peran dan dukungan para Ppngusaha dan asosiasi untuk mewujudkan ketiadaan kelebihan dimensi dan muatan.
”Permasalahan over dimensi over loading ini sudah sangat memprihatinkan karena kerugian negara yang ditimbulkan akibat ini sebesar Rp43 triliun tiap tahunnya,” kata Dirjen Budi.
Dia menjelaskan, kelebihan dimensi merupakan suatu keadaan, di mana dimensi pengangkut tidak sesuai dengan standar produksi pabrik. Sedangkan kelebihan muatan atau overloading kondisi dimana kendaraan mengangkut melebihi ketentuan yang berlaku.
Budi mengajak agar semua angkutan barang dapat menjadi Truk Pelopor Keselamatan Berlalulintas. ”Pokoknya target kami adalah no ODOL!” tegas Budi.
Selain masalah ODOL, dia mendapati permasalahan lain yang sering dilanggar oleh angkutan barang. Budi mengatakan ada lima permasalahan yang ke dapatan di lapangan saat rampchek ODOL 2017, di antaranya adalah banyak kendaraan dari arah Sumatera seperti Lampung dan Sumatera Barat yang buku KIR-nya tidak tercantum nomor sertifikat registrasi uji tipe (SRUT). Selain itu juga denda yang dikenakan oleh pengadilan bukan denda maksimal.
”Dua permasalahan lainnya adalah masih ditemukan trailer yang mengangkut peti kemas 40-45 feet dan masih ditemukan Buku KIR palsu,” tutur Budi.
Lebih lanjut dia mengharapkan, pemilik barang mengerti dan memahami bahwa aturan muatan barang harus sesuai dengan daya angkut yang tertulis dalam Buku KIR. Tidak lagi mengoperasikan kendaraan yang melebihi standar.
”Hal itu bila dilaksanakan dapat berdampak pada penghematan anggaran negara dan dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur baru daripada anggarannya untuk perbaikan jalan terus menerus,” ungkap Budi.(lyn)