25 radar bogor

Petani di Ambang Kerugian

GAGAL PANEN: Petani Desa Ciburuy menunjukkan sawah yang gagal panen akibat tak mendapatkan pasokan air.
GAGAL PANEN: Petani Desa Ciburuy menunjukkan sawah yang gagal panen akibat tak mendapatkan pasokan air.

BOGORRADAR BOGOR, Jelang musim panen 2018, berbagai persoalan di bidang pertanian mencuat. Salah satunya terkait harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani yang dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi perekonomian saat ini.

HPP gabah sebesar Rp3.700 per kilogram dianggap tak sebanding dengan ongkos produksi yang kian mahal. Menurut Guru Besar IPB, Dwi Andreas Santosa, HPP gabah yang jadi acuan saat ini tak sebanding dengan inflasi yang mencapai 28 persen pada 2017.

Permasalahan tersebut dibahas dalam diskusi kelompok terarah yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) di IPB International Convention Center (IICC), belum lama ini (26/2).

Biaya produksi justru dianggap lebih mahal, yakni Rp4.200 per kilogram, sedangkan HPP gabah kering panen (GKP) hanya dipatok sekitar Rp3.700 per kilogram.

“Biaya produksi enggak seimbang dengan harga yang didapat petani karena HPP-nya kan belum banyak berubah sejak 2015,” ujarnya usai diskusi yang juga menghadirkan pakar ekonomi pertanian juga Wakil Ketua Umum Perhepi Prof Bustanul Arifin dan Guru Besar IPB Prof M. Firdaus.

Ia pun meminta pemerintah segera menaikkan HPP sebelum puncak masa panen yang diperkirakan terjadi April 2018. Dia memperkirakan hasil produksi melimpah sehingga harga pembelian gabah terancam anjlok.

Menurutnya, HPP bisa melindungi petani dari kerugian yang lebih parah. Dwi mengatakan, seharusnya harga pembelian pemerintah dipatok sekitar Rp4.700 per kilogram, dengan asumsi biaya produksi sebesar Rp4.200 per kilogram.

Dengan begitu, petani dapat mengantongi keuntungan sekitar Rp500 per kg. Bahkan, ia berharap petani dapat mengantongi keuntungan hingga Rp1.000 per kilogram. Selain menaikkan HPP, Dwi mengharapkan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) diperkuat untuk menyerap hasil produksi petani.

“Bulog bisa bergerak lebih baik bila dilengkapi dengan instrumen HPP yang rasional,” katanya.

Bulog dianggap kurang optimal menyerap gabah dari para petani selama 2017 lalu. Salah satunya karena harga jual gabah di atas HPP. Menurut hasil kajiannya di 26 daerah, biaya produksi pertanian padi hingga Januari 2018 mencapai Rp4.200 per kilogram.(fik/c)