25 radar bogor

Inovasi BNN Bangun Laboratorium Internasional, Bentuk Formasi ’Garang’ K9

Andika/Radar Bogor PERESMIAN: Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso (kanan) bersama artis Marcella Zalianty di depan kandang Unit K9 yang baru dibangun di Pusat Rehabilitasi BNN Lido Cigombong, kemarin (22/2).
Andika/Radar Bogor
PERESMIAN: Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso (kanan) bersama artis Marcella Zalianty di depan kandang Unit K9 yang baru dibangun di Pusat Rehabilitasi BNN Lido Cigombong, kemarin (22/2).

Rentetan kasus artis terjerat narkoba seolah memperlihatkan bangsa ini yang nyaris menjadi “surga’’ peredaran barang haram tersebut. Pernyataan perang dan razia saja tidak cukup.

Untuk benar-benar memberantas peredaran narkoba hingga ke akar, Badan Narkotika Nasional (BNN) terus menguatkan amunisi. Salah satunya dengan membangun laboratorium narkoba di Lido Cigombong, Kabupaten Bogor.

Laporan : Andika Try Wiratama

SUASANA pusat rehabilitasi Narkoba BNN di Lido Cigombong, Kabupaten Bogor, tambah berisik beberapa hari terakhir. Bukan suara teriakan pecandu menahan sakit. Tapi, gonggongan puluhan anjing yang kini dilatih di unit K9 Lido.

Jumlahnya cukup banyak. Ada 50 anjing dengan 47 jenis berbeda. Hewan sahabat manusia ini bakal membantu kinerja aparat untuk mem­berangus peredaran narkoba.

”Ini program nasional. K9 tidak hanya untuk BNN karena di sini akan dilatih untuk kontribusi di TNI, bea cukai, dan Polri. Kita juga sudah bekerja sama dengan beberapa negara seperti Australia, Amerika, termasuk New Zealend,’’ ujar Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso usai meresmikan pusat laboratorium narkotik nasional dan fasilitas anjing pelacak (Unit Diteksi K9) di Lido Cigombong, kemarin (22/2) siang.

Buwas –sapaan Budi Waseso– me­nyebut 50 anjing itu meru­pakan formasi baru sebagai garda terdepan pemberantasan narkotika di republik ini. Ada 20 ekor anjing jenis German Shepherd, 10 ekor jenis Belgian Malinois, 12 ekor Labrador, dan 5 ekor jenis Beagle. Unit K9 dija­dikan pusat breeding dan latihan anjing-anjing tersebut.

”Makna K9 sendiri merupakan salah satu sandi dari anjing pelacak. Unit deteksi ini juga memiliki klinik dan farmasi yang di dalamnya terdapat tiga kennel rawat inap, ruang operasi, empat dokter, empat orang paramedis, serta ruang pemeriksaan yang dilengkapi dengan alat-alat kese­hatan canggih,’’ ungkapnya.

Di fasilitas ini, anjing-anjing tersebut akan ”dicetak’’ menjadi ”petugas lacak’’ berkualitas dalam mendukung pelaksanaan tugas di instansi yang memer­lukan.

Sementara ini, kata Buwas, anjing yang ada adalah anjing impor. Namun ke depan, anjing-anjing lokal juga akan diberdayakan BNN.

”Kami juga bekerja sama dengan IPB sebagai ahli dan pencinta hewan. Nanti bagaimana sistem breeding yang bagus, ada dokternya,” beber Buwas pada awak media.

Permasalahan narkotika saat ini, secara gamblang dijelaskan Buwas sudah semakin meng­gurita. Terutama dalam hal korban. Maka dari itu, BNN juga membutuhkan laboratorium bertaraf internasional yang menangani segala jenis baru narkortika atau new psychoactive substances (NSP).

”Kalau dilihat dari data dan kenyataan, harusnya kita tidak bisa tidur. Kenapa? Karena korban kita sangat luar biasa, dari kalangan anak bayi sampai yang tertua. Itu ada di Indonesia. Sebagian dari kita menganggap narkotik ini biasa-bisasa saja. Dianggap mainan, dianggap hanya penyalah­gunaan, tapi kalau lihat korban ini besar-besaran untuk peng­hancuran generasi satu bangsa,” urainya seraya mengajak pewarta menengok fasilitas baru BNN di Lido Cigombong tersebut.

Menurutnya, tidak ada negara lain kecuali Indonesia yang narkotikanya lengkap, dengan segala jenis dan model. Karena itu, pembangunan gedung pusat pelayanan labotarium akan menunjang BNN untuk menguji sampel barang bukti narkotika. Termasuk barang bukti hasil pengungkapan kasus oleh BNN maupun dari pihak kepolisian, serta bea dan cukai.

Di Indonesia, masih kata dia, jaringan narkotika tidak saling berkelahi satu sama lain. Di satu diskotek misalnya, bisa sampai lima jaringan narkotika yang ada di dalamnya. Konsumennya, di kalangan artis belakangan ini kembali menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan narkotik. Buwas mengatakan bahwa kalangan artis adalah salah satu pangsa pasar terbaik untuk peredaran narkotik.

”Karena gaya hidup dan daya belinya tinggi serta mumpuni. Bukan kami ingin menjelekkan PARFI (Persatuan Artis Film Indonesia) atau ingin mencari kambing hitam, tapi kita ingin melindungi dan menyelamatkan,” ungkap Buwas menutup.

Sebagai informasi, laboratorium yang dibangun di lahan seluas 22.000 meter persegi ini dileng­kapi dengan alat pengujian DNA analysis dan alat uji NMR. Fasiltas ini nantinya akan dijadikan tempat untuk mela­kukan penelitian perkembangan tren penyalahgunaan narkotika secara global.

Ketua Umum PARFI 1956, Marcella Zalianty, menjadi salah satu undangan dalam peresmian fasilitas baru ini. Marcella mengatakan bahwa artis adalah public figure yang gaya hidupnya sangat mudah ditiru oleh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi PARFI untuk berkomitmen dalam menciptakan kolaborasi dengan BNN.

”Memang kita perlu fasilitas yang berstandar internasional. Ini tidak main-main, kasus ini bukan sekadar narkotika, tapi perusakan generasi bangsa. Mungkin ini juga bagian dari proxy war. Ini tanggung jawab moral setiap elemen bangsa,” bebernya.(*)

Menurut Marcella, narkotika adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan oleh seluruh lapisan masyarakat. Semua dirasa mesti memiliki rasa takut untuk tidak memulai mendekati narkoba.

”Kalau value yang dikedepankan, saya khawatir ada orang-orang yang berkeinginan mencari nafkah dari narkoba, dan menjadi sasaran empuk bangsa lainnya masuk karena market yang begitu besar di Indonesia. PARFI menjadi faktor penting dalam kolaborasi ini,” tegasnya lagi.

Marcella menyebut ada berbagai alasan mengapa artis bisa terjerat narkoba. Di antaranya karena faktor lingkungan dan kemudahan mendapat barang haram tersebut. ”Supply dan demand harus dipotong habis habisan. Tidak bisa setengah- setengah,’’ ujarnya.(*)