25 radar bogor

Dewan Minta Tambahan Dana Produksi Perda

SERIUS: Petugas PD Pasar Tohaga sedang mendata para pedagang Pasar Jasinga, beberapa waktu lalu.

CIBINONG–RADAR BOGOR, DPRD Kabupaten Bogor dibebani 40 Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2018. Namun, para wakil rakyat di legislatif hanya mampu membuat peraturan daerah (perda) tidak lebih dari 20 produk.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD) DPRD Kabupaten Bogor Usep Saepullah berkilah jika kajian akademik perda inisiatif membutuhkan waktu lama.

Dari 13 usulan perda inisiatif, ia menargetkan 6-7 di anta­ranya terealisasi tahun ini. ”Kalau dari eksekutif, kajiannya itu kadang ber­benturan de­ngan adanya peraturan baru di perundangan di atasnya dan telah disahkan MK. Kalau aturan di atasnya berubah, maka perda juga berubah,” tuturnya kepada Radar Bogor, kemarin (21/2).

Usep mengeluhkan, porsi anggaran untuk membuat sebuah perda yakni antara Rp250-350 juta. Menurutnya, anggaran itu minim. ”Syukur-syukur bisa ditambah,” ucapnya.
Pihaknya menargetkan, bisa menelurkan 15-20 perda pada 2018 ini.

”Memang pengaturan waktunya yang berat. Pasti tuntas, cuma waktunya kan terbentur reses, belum lagi studi banding dan pembahasan anggaran,” ujar politisi PAN itu.

Kasubag Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Kabupaten Bogor Sujana menerangkan, dari 40 Prolegda 2018, baru empat rancangan perda yang telah selesai dibahas panitia khusus (pansus).

Keempatnya adalah perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 29 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, Lembaga Penyiaran Publik Lokas Radio dan Televisi Kabupaten Bogor, Pelayanan Tera/Tera Ulang dan Pengelolaan Barang Milik Daerah. Jadi, keempat perda itu tinggal menunggu untuk diparipurnakan.

”Sementara satu lagi soal penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, masih dibahas dalam pansus. Rencana setelah reses, dilanjutkan karena ada perpanjangan masa pansus dari normalnya 14 hari kerja,” kata Sujana.

Dia menjelaskan, anggaran Rp250-350 juta itu digunakan untuk dengar pendapat dengan OPD terkait. ”Itu terkait jamuannya, yah. Lalu untuk perjalanan dinas studi banding ke daerah mana yang sudah punya perda terkait sebagai bahan komparasi,” jelas Sujana.

Sementara, perda inisiatif DPRD memerlukan Rp40 juta untuk pembuatan naskah akademik. ”Tahun ini, maksimal paling 15 perda. Karena dipengaruhi banyak faktor.

Seperti percepatan usulan dari eksekutif, ke­cepatan komisi dalam me­ngusulkan kalau itu inisiatif dan dipengaruhi kegiatan AKD (alat kelengkapan DPRD). Yang lain. Akhirnya, dalam satu tahun itu 15 perda yang bisa disahkan dan paling banyak tetap dari eksekutif ya,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsuddin Alimsyah menegaskan, harusnya dewan mengklarifikasi lemahnya kinerja mereka. ”Ini artinya kayak janji miskin produk,” ucapnya.(wil/c)