25 radar bogor

SNI tak Diakui Vietnam

info grafis

JAKARTA–Gawat! Aktivitas ekspor produk otomotif menuju Vietnam terhenti. Itu terjadi setelah Vietnam mengeluarkan kebijakan dengan syarat memberatkan.

Misalnya, mengenakan bea masuk ekspor 10 persen, uji emisi dan keselamatan sesuai standar international. Parahnya, label standar nasional Indonesia (SNI) diklaim tidak memenuhi standar negeri berjuluk Mawar Vietnam (Vietnam Rose) itu.

Menyusul persyaratan ketat itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat ada 9.337 unit kendaraan batal ekspor ke Vietnam. Angka itu tercatat sepanjang Desember 2017-Maret 2018 dengan potensi pendapatan raib senilai Rp2,49 triliun. ”Ya, terpaksa tidak kirim produk gara-gara aturan Vietnam.

Menetapkan bea masuk 10 persen itu jelas memberatkan,” tutur Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi ketika dihubungi di Jakarta, kemarin (20/2).

Yohannes bilang setiap produk otomotif yang akan diekspor harus lulus uji otoritas Vietnam. Artinya, dua unit mobil sebelum diedarkan akan diuji coba sepanjang 32 kilometer (KM). Syarat dan ketentuan itu sebut Yohannes sangat memberatkan.

info grafis

Pasalnya, mobil yang dikirim ke Vietnam sudah melalui proses uji coba. ”Kami siap kalau harus mengikuti aturan main Vietnam. Terutama soal kewajiban pelampiran sertifikat kualitas pabrik dan uji kelayakan. Standar emisi nasional telah menerapkan standar emisi Euro IV,” ulas Presiden Direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) itu.

Yohannes menduga, Vietnam mengeluarkan kebijakan ketat untuk mengambil keuntu­ngan. Terutama untuk me­lindungi produk otomotif da­lam nege­ri Vietnam. Mak­lum, Vietnam masuk dalam forum bisnis Asean 6. Karena itu, Vietnem ber­kepentingan untuk menam­bang dari setiap mobil yang ma­suk dengan persyaratan ketat.

”Kami berharap delegasi pemerintah mengambil langkah taktis. Karena bagaimanapun, ekspor mobil penumpang ke Vietnan mencapai sekitar 3-4 ribu atau sekitar 30 persen total ekspor 400 ribu,” harapnya.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membentuk tim delegasi un­tuk membereskan persoalan tersebut. Delegasi itu terdiri dari unsur Kemendag, Ke­menterian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Gaikindo.

Berdasar rencana, tim delegasi bertolak ke Vietnam pada 26 Februari 2018 mendatang. ”Kami sangat keberatan dengan regulasi itu. Karena itu, tim delegasi akan melakukan pen­dekatan persuasif dan melobi otoritas di Vietnam,” tutur Dir­jen Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Oke Nurwan.

Delegasi dibentuk merespons penerbitan regulasi impor untuk mobil penumpang (HS 8703) atau mobil utuh (completely built-up/CBU) oleh Vietnam. Regulasi impor dikeluarkan Vietnam melalui Decree No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services) mengatur sejumlah persyaratan untuk kelaikan kendaraan termasuk emisi dan keselama­tan.

Regulasi itu mulai berlaku pada 1 Januari 2018. ”Pember­lakuan Decree 116 itu, diprediksi potensi ekspor hilang mencapai USD 85 juta selama periode Desember 2017-Maret 2018,” tegas Oke.(far)