25 radar bogor

Salah Ber-Valentine Picu Angka Pelecehan

Arifal/Radar Bogor TAK MALU: Dua pelajar SMP tampak berduaan di sebuah taman di tepian Danau Lala, Kemang, Parung, Kabupaten Bogor, akhir pekan kemarin.
Arifal/Radar Bogor
TAK MALU: Dua pelajar SMP tampak berduaan di sebuah taman di tepian Danau Lala, Kemang, Parung, Kabupaten Bogor, akhir pekan kemarin.

BOGOR-RADAR BOGOR,Valentine’s day masih menjadi harinya pasangan yang dimabuk cinta. Tak terkecuali para belia Kota Hujan. Lain dulu lain sekarang. Gaya pacaran “cinta monyet’’ zaman sekarang pun kian mengkhawatirkan.

Tak mengenal usia, dua siswa SMP terlihat asyik dan cuek saat mojok berdua. Keduanya fasih menirukan percakapan orang dewasa, seperti ketika pewarta ini menguping obrolan mereka, sore pekan lalu di pinggiran Danau Lala, kompleks Telaga Kahuripan, Kemang, Parung.

”Ayah-ayah, bunda mau cokelat yang gede ya besok,” seloroh siswi berseragam putih biru sembari memegangi tangan pasangannya itu.

Di wilayah utara Kabupaten Bogor ini, banyak belia yang tak malu bermesraan di muka umum. Melihat tingkah mereka, sepertinya para abg itu bahkan tak paham bahwa perilaku mereka mungkin menjijikkan bagi sebagian orang.

”Sudah biasa kayak gitu. Kalau nggak di sini, di Danau Bilabong, Danau Perhubungan Kemang,’’ tutur Salihin (43), penjual bakso di sekitar Danau Lala.

Penasaran dengan pandangan para belia tentang perayaan Valentine, Radar Bogor kemarin menggelar polling kepada puluhan pelajar SMP dan SMA. Hasilnya, dari 54 responden yang menjawab, 51,9 persen di antaranya mengaku merayakan dan 48,1 persen menjawab tidak.

Ketika ditanya dengan siapa merayakan Valentine, 48,1 persen menjawab pacar, 20,4 persen sahabat, 16,7 persen keluarga, dan 14,3 persen tidak dengan siapa-siapa.

Kemudian, pada pertanyaan tanda Valentine yang paling bernilai bagi para belia Bogor, sebanyak 35,2 persen menjawab hadiah, 33,3 persen menjawab cokelat, 11,7 persen menjawab ciuman, 10,5 persen menjawab bunga, dan 09,3 persen menjawab lainnya.

Namun ketika ditanya apa yang sebaiknya dilakukan saat Valentine, mayoritas menjawab merayakan bersama pacar, atau sebesar 53,7 persen.

Hubungan pertemanan yang kebablasan ini banyak mengantarkan remaja putri menjadi korban kekerasan seksual. Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait, menjelaskan, selama Januari 2018 saja, terdapat 69 laporan yang diterima Komnas Anak. Salah satu yang terparah adalah pencabulan siswi SMK oleh rekan-rekan mereka di Bogor beberapa waktu lalu.

”Bayangkan, itu hanya satu bulan kemarin saja. Angka ini sudah dalam kategori mengkha­watirkan. Saya memprediksi angka laporan kekerasan anak akan terus bertambah jika tidak segera diantisipasi,’’ ujarnya kepada Radar Bogor.

Menurut Arist, tren mengkhawatirkan ini sudah dimulai sejak 2010. Pada 2015 menjadi tahun yang buruk dalam catatan laporan yang diterimanya. Arist mengimbau agar peristiwa-peristiwa yang tidak mengun­tungkan bagi anak-anak di Indonesia harus diantisipasi oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan tidak menerje­mahkan Valentine’s day sebagai hari untuk melakukan hubungan seksual.

”Saya mengimbau kepada publik, jika ingin merayakan, silakan rayakan sesuai fungsinya. Jangan sampai Valentine jadi pemicu peningkatan angka-angka ini,’’ ujarnya.

Psikolog Ida Chrysanti menambahkan, ada beberapa utama yang menjadi sebab angka-angka ini terus bertambah. Di antaranya, gawai dan media sosial yang membuat anak-anak meniru perilaku idolanya.

”Karena penggunaan gawai yang tidak diawasi, akhirnya anak-anak dapat dengan mudah mengakses informasi-informasi dewasa yang tidak cocok untuk anak-anak,’’ ujarnya.

Alasan kedua, menurut Ida, dan ini yang paling dominan adalah lemahnya pengawasan orang tua.

”Di samping faktor kesibukan orang tua mencari nafkah, harus diakui, anak sekarang lebih pinter dan melek soal teknologi ketimbang orang tua. Anak zaman sekarang tidak ingin dinasehati, tapi lebih ingin diperlakukan sebagai teman,’’ kata dia.

Ida melanjutkan, degradasi interaksi antara anak dan orang tua sangat kental terjadi di era milenial. Maka itu, setiap orang tua seharusnya mampu memosisikan diri sebagai teman berbagi segala hal dengan putra-putri mereka.

Persoalan lainnya, buruknya moral orang tua. Orang tua gagal memberi teladan yang baik kepada anak karena minimnya pengetahuan.

”Kalau saya baca perkembangan saat ini, kasus kekerasan kepada seksual juga banyak dipicu oleh kebobrokan perangai orang tua. Bahkan yang menjadi pelaku pedofil pun kebanyakan orang tua,’’ tukasnya. (all/cr3/d)