25 radar bogor

Meneliti tentang Remaja, Diana Dapat Gelar Doktor

ismi/ radar bogor GELAR DOKTOR: Diana Berlianti (tengah baju putih) bersama dosen pembimbing, dosen penguji, dan salah seorang anaknya.
ismi/ radar bogor
GELAR DOKTOR: Diana Berlianti (tengah baju putih) bersama dosen pembimbing, dosen penguji, dan salah seorang anaknya.

Ketertarikannya terhadap persoalan remaja mengantarkan Diana Berlianti meraih gelar doktor pada program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Pedesaan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis dan peneliti lepas itu menyoroti komunikasi orang tua terhadap remaja.

Laporan: Ismiatunnisa Utami

Diana memberikan judul pada disertasinya Kohesivitas dan Komunikasi dalam Keluarga Berbasis Gender pada Agresivitas Remaja Sekolah Menengah Atas di Kota dan Kabupaten Bogor.

Menurut Diana, penelitiannya bertujuan untuk mengetahui derajat kehangatan keluarga terhadap agresivitas seorang remaja. Ia mengatakan, agresivitas remaja di sini ditinjau dari faktor eksternal, yakni keluarga.

“Jadi, dalam teori Bandura, anak itu dilihat dari internal dan eksternal. Internalnya itu adalah diri remajanya sendiri, seperti melakukan proses evaluasi, proses reflektif, dan lainnya,” jelasnya saat ditemui Radar Bogor usai Sidang Terbuka Promosi Gelar Doktornya di sekolah Pascasarajana IPB, Dramaga, kemarin (8/2).

Sedangkan di sisi ekster­nalnya, kata Diana, remaja itu sebenarnya paling dekat dengan orang tua atau keluarga. Sehingga, penelitiannya tersebut berkaitan erat dengan cara orang tua berkomunikasi dengan anak mereka yang ada dalam fase remaja.

Proses-proses komunikasi yang terjadi di dalam keluarga ini, papar ibu tiga anak itu, seperti keterbukaan dan komunikasi konflik yang terdiri atas pengabaian, komunikasi agresi verbal, dan nonverbal. “Jadi, apa sih yang sesungguhnya bisa memengaruhi agresivitas remaja pada sesamanya,” beber Diana.

Dari hasil penelitiannya tersebut, ternyata komunikasi konflik dari orang tua tersebutlah yang sangat berpengaruh bagi agresivitas seorang remaja. Menurutnya, fase remaja yang dalam undang-undang masih dikategorikan sebagai anak-anak tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan anak-anak namun juga belum bisa dibilang dewasa.

“Sehingga terkadang orang tua juga belum bisa ‘move on’ cara mendidiknya yang masih seperti mendidik anak kecil. Sering kali menggunakan bahasa ‘you’ seperti meme­rintah dan menuduh, dan kebanyakan remaja tidak menyukainya. Kalau anak kecil kan masih bisa menerima,” tuturnya.

Wanita yang lahir di Purbalingga, 30 November 1975, ini mengatakan, pene­litian­­nya justru menunjukkan hasil yang berkebalikan dengan teori yang saat ini banyak berkembang di masya­rakat, bahwa remaja cende­rung lebih dekat dan terpengaruh oleh teman sebayanya.

“Justri di sini bukan teman yang bepengaruh besar bagi agresivitasnya, melainkan keluarga, khususnya orang tua. Dari hasil perhitungan penelitian saya mencapai hampir 50 persen memengaruhi,” bebernya.

Sementara itu, sebelum mendapatkan gelar doktor dari IPB, ia telah menempuh beberapa jenjang pendidikan tinggi. Di antaranya gelar sarjananya ia dapatkan dari Universitas Padjadjaran Bandung dengan program studi Bahasa dan Sastra Inggris. Lalu menyelesaikan program magisternya di IPB dengan program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak.

Menurut pemilik sebuah taman baca dan Kursus Bahasa Inggris ‘Kiddies English Club’ ini, keberhasilannya sekarang tidak lepas dari dukungan dan semangat keluarganya.(/c)