CIBINONG–RADAR BOGOR, Pembangunan perumahan di Kabupaten Bogor terus berkembang. Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan (DKPP) Kabupaten Bogor mencatat hingga saat ini terdapat 816 perumahan ditambah 319 cluster yang tersebar di sejumlah daerah.
Sayangnya, dari jumlah itu, hanya 107 perumahan yang sudah menyerahkan fasos-fasumnya ke Pemkab Bogor. ”Datanya sudah dicatat di bagian aset Pemkab Bogor,” ujar Kasi Pengembangan DKPP Kabupaten Bogor Suparno kepada Radar Bogor, kemarin (6/2).
Menurutnya, banyaknya pengembang perumahan yang belum menyerahkan fasos-fasum tidak terlepas dari penerbitan Perda tentang Penyediaan dan Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitsa (PSU) yang dikeluarkan 2012 silam.
Sehingga, perumahan yang dibangun sebelum 2012, belum ada aturan soal penyerahan fasos-fasum. Kendala lainnya, kata dia, penagihan fasos-fasum sepenuhnya ada di tangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selain itu, tidak sedikit pula pengembang yang tidak menyelesaikan pembangunannya alias bangkrut atau kabur. Tidak berhenti di situ. Masalah lainnya pun masih menjadi pekerjaan rumah.
Sebab, jika seluruh fasos-fasum ditetapkan sebagai jalan lingkungan, maka pemkab membutuhkan anggaran hingga Rp7 triliun. ”Bisa bangkrut pemkab,” ucapnya.
Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor Kukuh Sri Widodo menyebut tidak mungkin seluruh fasos-fasum menjadi milik Pemkab Bogor. Karena banyak yang lebih penting ketimbang mengurusi fasos-fasum dari perumahan.
”Kalau jalan diserahkan semua, bangkrut pemda. Yang diserahkan itu yang utama, seperti pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, itu yang segera,” tuturnya.
Namun, sambung Kukuh, Pemkab Bogor tetap berkewajiban menagih fasos-fasum dari pengembang, karena masyarakat dirugikan. ”Kalau jalan itu masuk desa, kabupaten, berarti jalan desa kan ada bantuan keuangan desa.
Tapi bagi pengembang tetap harus menyerahkan fasos-fasum,” tandas politisi Gerindra ini.(wil/c)