CIBINONG–RADAR BOGOR,Meski backlog (kekurangan hunian) Kabupaten Bogor di 2017 mencapai 150.000 unit, di sisi lain, pembangunan perumahan di Bumi Tegar Beriman kian menjadi. Penghuninya didominasi bukan warga Kabupaten Bogor.
Soal ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun mengaku tidak bisa mengendalikan pembangunan perumahan. Akibatnya, banyak lahan baik yang alih fungsi semakin tak bisa dihindari.
Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan pada Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DKPP) Kabupaten Bogor, Suparno menjelaskan, saat ini jumlah perumahan mencapai 816. Hal tersebut belum ditambah cluster yang mencapai 319 unit. Ia pun mengaku kesulitan untuk membatasi pertumbuhan perumahan.
”Tidak bisa dikendalikan, susah. Paling yang membatasi itu di bagian tata ruang. Salah satunya melalui ketentuan teknis, right of way (ROW) 8 meter, kalau hanya 6 meter ditolak,” jelas Suparno.
Menurut Suparno, ke depan Pemkab Bogor akan memikirkan bagaimana cara membangun hunian perumahan tanpa memakan lahan yang terlalu banyak. Salah satunya adalah dengan melakukan pembangunan perumahan secara vertikal (ke atas).
”Contohnya di Cibinong Raya. Di sini bangunan yang ada harus vertikal, karena sudah tidak ada lahan lagi. Tapi di sisi lain kebutuhan semakin meningkat, dan di sini sudah masuk zona merah.
Namun karena Cibinong Raya ini adalah pusat kegiatan ekonomi, tidak mungkin menyediakan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” imbuhnya.
Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor Kukuh Sri Widodo mengatakan, seharusnya ide pembangunan perumahan secara vertikal itu dilakukan secara dini. Mengingat sudah banyak alih fungsi lahan terjadi.
”Sekarang cluster banyak yang nakal, apalagi jika persoalan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) yang banyak tidak dipenuhi pengembang. Ke depan harus seperti apartemen,” katanya.
Kukuh menilai, dari persoalan ini, Pemkab Bogor lebih takut kepada para pengembang. “Ya sekarang kenyataannya seperti itu, pemerintah malah takut kepada pengembang dan mengorbankan rakyatnya. Pengembang diuntungkan, lantas rakyat yang dirugikan.
Kalau Dinas Tata Ruang mempertahankan aturan, saya rasa tidak akan pernah ada alih fungsi lahan ini,” ungkapnya.
Sebab, sesuai aturan, harusnya tidak boleh ada izin pembangunan hunian di lahan basah.(wil/c)