25 radar bogor

Tunda Pengesahan KUHP

JAKARTA–Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang segera disahkan oleh DPR terus menuai kritik. Itu menyusul masih ada beberapa persoalan mendasar yang belum terakomodir dalam rancangan tersebut.

”DPR perlu menghentikan semua proses dan menunda pengesahan,” kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting, kemarin (3/2).

Persoalan mendasar itu di antaranya penyusunan pasal dalam RUU KUHP yang menge­sampingkan monitoring dan evaluasi ketentuan pidana. Selama ini UU disusun dan disahkan lalu direvisi lagi dengan penambahan sanksi pidana tanpa melalui monitoring dan evaluasi mengenai efektivitas dan dampak dari pengaturan materinya.

Bentuk monitoring dan evaluasi itu umumnya dilakukan dengan meneliti penerapan pasal-pasal pidana melalui tuntutan yang dibuat jaksa penuntut umum (JPU) dan putusan yang telah ditetapkan hakim. Hal itu bakal bermanfaat ketika pemerintah hendak menentukan pola dan besaran ancaman pidana pada suatu tindak pidana.

Selain itu, persoalan lain dalam RUU KUHP adalah masih mempertahankan pasal yang pernah diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal penghinaan presiden, misalnya, dalam RUU KUHP menunjukkan tidak taatnya penyusun RKUHP pada konsep ketatanegaraan Indonesia. Pasal yang bermuatan sama telah dicabut MK melalui putusan No. 013-022/PUU-IV/2006.

”Ketidakkonsistenan dalam penyusunan pasal-pasal RKUHP dengan putusan MK ini merupakan indikasi bahwa RKUHP memiliki permasalahan mendasar,” jelasnya.

Dari RKUHP itu, terlihat bahwa misi melakukan demokratisasi hukum pidana belum tercapai. ”Ancaman pidana penjara masih cukup tinggi dan dikedepankan,” imbuh dia.

Anggota Panja RUU KUHP Adies Kadir mengatakan, pihaknya belum memutuskan waktu pengesahan RUU KUHP menjadi UU. ”Kami baru akan rapat 5 Februari,” terang dia kepada Jawa Pos. Masih ada pembahasan beberapa poin krusial yang belum rampung. Seperti, pasal perzinaan, judi, makar dan pasal penting lainnya.

Politisi Partai Golkar itu menerangkan, panja tidak ingin terburu-buru mengesahkan UU yang sangat penting dan berpengaruh bagi masyarakat itu. Pihaknya akan menuntaskan pembahasan semua pasal krusial. Setelah semuanya selesai baru akan disahkan.

Legislator asal Dapil Jatim I itu menerangkan, panja sangat membutuhkan masukan dan saran dari masyarakat. Siapa pun boleh memberikan kritik dan saran.

Menurutnya, RUU KUHP untuk kepentingan bangsa, jadi panja Komisi III DPR tidak akan menutup mata terhadap berbagai saran. ”Semakin banyak masukan dari masyarakat akan semakin baik,” ucapnya.

Masukan dari masyarakat akan dibahas dengan pemerintah yang diwakili oleh para pakar di bidang hukum pidana, para ahli bahasa, perwakilan kepoli­sian, kejaksaan dan Mahkamah Agung (MA) atau Ikatan Hakim Indonesia (IHI), serta pihak terkait lainnya.(tyo/lum)