CIBINONG–DPRD Kabupaten Bogor kini sedang menggodok rancangan peraturan daerah (raperda) tentang perumahan, yang mengatur mengenai kewajiban yang harus dipenuhi pengembang, serta moratorium perumahan di kawasan Cibinong.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Raperda Perumahan, Ade Sanjaya mengungkapkan, pembahasan saat ini masih dalam tahap dengar pendapat (public hearing) dari kalangan pengembang perumahan serta masyarakat.
Secara garis besar, kata politisi Demokrat itu, dalam raperda diatur mengenai kewajiban pengembang dalam menyediakan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Baru public hearing. Tapi yang pasti, setiap pengembang harus menyediakan hunian,” kata Ade.
Menurutnya, pembahasan belum sampai membedah pasal per pasal dalam raperda itu. Jadi, belum diketahui lebih jauh mana wilayah yang akan diberi keleluasaan untuk dibangun perumahan, termasuk kebutuhan hunian (backlog) di Kabupaten Bogor.
“Nanti, itu pembahasannya dilakukan pasal per pasal. Akan tahu berapa hunian yang dibutuhkan dan lokasi yang akan dibangun,” tuturnya.
Lebih lanjut Ade mengatakan, di Kecamatan Cibinong, hunian deret sudah tidak memungkinkan karena lahan yang memang sudah tidak tersedia. Kalaupun ada, akan sulit untuk menyediakan hunian MBR.
“Kalau Cibinong nanti diaturnya harus hunian vertikal. Kalau horizontal sudah tidak mungkin. Karena kita juga butuh ruang terbuka hijau (RTH) kan,” katanya.
Terpisah, Kasi Pengembangan pada Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DKPP) Kabupaten Bogor, Suparno menjelaskan, Raperda Perumahan sebagai tindak lanjut dari Permendagri 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Nonperizinan Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Daerah. Serta merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perum Perumnas.
Selama ini, sambungnya, sudah dilakukan tapi belum familier saja. Kalau orang bilang dulu disebut rumah sehat sederhana (RSS), sekarang MBR. Hampir sama ketentuannya, dengan melihat dari penghasilan masyarakat. “Semisalnya, dipatok harga di bawah Rp148 juta,” jelasnya.
Lebih lanjut Suparno mengatakan, untuk penyediaan MBR tidak diatur dalam hal zonasi, selama itu menguntungkan dan reliable. Nantinya, setiap pengembang sesuai ketentuan, wajib menyediakan 20 persen MBR dari seluruh total unit perumahan yang dibangun.
“Keadaan sekarang pengembang belum menyediakan 20 persen MBR, karena belum ada aturannya. Makanya, Perda akan mengatur itu. Jangan sampai, kelihatannya banyak rumah, tapi yang enggak punya rumah banyak,” tuturnya.
Suparno menargetkan perda ini selesai tahun ini, mengingat sudah tiga kali dilakukan public hearing. Soal implementasi, tergantung DPRD, sebab secara materi dirasa sudah cukup.(wil/c)