25 radar bogor

Lebih Dekat dengan Ketua Pengadilan Agama Bogor, Sirajuddin

AKTIVITAS: Ketua Pengadilan Agama (PA) Bogor Sirajuddin Sailellah (tengah) saat melakukan aktivitasnya.
AKTIVITAS: Ketua Pengadilan Agama (PA) Bogor Sirajuddin Sailellah (tengah) saat melakukan aktivitasnya.

Pendidikan agama menjadi salah satu modal awal kesuksesan. Hal itulah yang menjadi pegangan hidup Sirajuddin Sailellah dalam pengalaman pribadi dan pola pendidikan di keluarganya. Pria yang menjabat ketua Pengadilan Agama (PA) Bogor itu pun berbagi pengalamannya.

Laporan: USMAN AZIS

TAK pernah terpikir oleh Sirajuddin bisa menjadi hakim dan beberapa kali menjabat ketua PA di berbagai daerah dan meraih sederet prestasi. Salah satunya, meningkatkan kelas PA Bogor dari B1 menjadi kelas A atau setara dengan pengadilan agama di Jakarta. Semua itu didapat berkat ketekunannya dalam menimba ilmu.

Berawal dari pendidikan di Pondok Pesantren Ikatan Masjid Mushola Indonesia Mutahidah (Imim), Makassar, Sirajuddin kecil sudah mulai menekuni berbagai ilmu agama, berupa Fiqih, Alquran, Ilmu Alat (nahwu), bahasa Arab dan bahasa Inggris. “Dari 1981 sampai 1987 saya fokus belajar ilmu agama di pondok itu,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Menjadi anak seorang petani, pria yang disapa Siroj ini juga nyambi sebagai guru ngaji di kampung. Siroj pun belajar banyak hal dari sang ayah. Ketekunan bekerja hingga keikhlasan dalam memberikan manfaat pada orang lain telah mengkristal dan menjadi falsafah hidup anak ke-7 dari tujuh bersaudara ini.

“Kata bapak saya, kamu harus berguna. Jadi prinsip hidup saya, kalau belum bisa memberikan manfaat jangan menyusahkan orang lain,” ujarnya.

Karena itu, pendidikan dianggapnya sangat penting. Hal itu mendorong Siroj muda kembali meneruskan pendidikannya di Universitas Islam Alaudin hingga lulus pada 1992. Siroj kemudian mencoba ikut tes hakim pengadilan agama hingga lolos pada 1993.

Beberapa rotasi ia jalani dengan ikhlas dan penuh pengabdian. Ia lalu pindah ke PA Majene Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 1994, dan berpindah menjadi ketua PA Watangsopeng, Sulsel pada 1997 serta ketua PA di Masambah, Sulsel 2001.

Siroj kembali pindah bertugas di PA Jakarta Barat pada 2004 sebagai asisten hakim agung, kemudian panitera pengganti MA pada 2006 sampai 2013. Di tahun yang sama, pada September ia dipercaya menjadi wakil ketua PA Bekasi. Hingga pada Oktober 2015 ia pindah ke Bogor.

Dalam meniti kariernya, semangat ayah lima anak ini untuk meneruskan pendidikan tak sedikit pun berkurang oleh kesibukan. Perlahan, setiap tingkatan jenjang pendidikan dilaluinya hingga predikat teratas.

Mengikuti jejak sang ayah, Siroj menerapkan prioritas pendidikan agama pada kelima anaknya. Setelah lulus sekolah dasar, semua anaknya disekolahkan ke pondok pesantren untuk mematangkan ilmu agama.

Umumnya, para anaknya menjadikan pesantren sebagai pilihan tempat mereka menimba ilmu. Bukan tanpa sebab, sikap anaknya itu dilatarbelakangi motivasi dan pesan-pesan moral yang diberikan Siroj pada anaknya sejak dini. Karenanya, ketika lulus sekolah sang buah hati mantap melanjutkan pendidikannya di lembaga dominan ajaran agama itu.

“Semua tidak ada yang saya paksa masuk pesanteren. Mereka memilih sendiri setelah lulus SD,” kata pencinta kuliner ikan laut ini.

Tidak hanya dalam menentukan sekolah, Siroj mengaku tak pernah mendoktrin anaknya untuk bercita-cita seperti apa yang diinginkannya. Hal itu terlihat dari disiplin ilmu dan prestasi berbeda.

Sistem pendidikan demoktratis yang diterapkan oleh Siroj mulaiberbuah hasil. Anak keduanya, Sarbini Saisatunnisa Sailellah kini mendapatkan beasiswa ke Jepang untuk mendalami ilmu nuklir.

Sisi lain dari perjuangannya mendidik anak, tak terlepas dari peran sang istri Sarbiyati. Sang istri sering kali memberikan semangat hidup pada Siroj. Visi dan misi yang sama dalam membangun keluarga ditambah lagi, profesi yang sama sebagai hakim di pengadilan agama membuat pasangan suami istri ini menjadi tim yang kuat dalam mengatur keluarga.(/c)