25 radar bogor

Uji Kir Bikin Harga Mobil Anjlok

Terminal Leuwiliang Favorit Uji KIR

Kuota yang disediakan oleh Dinas Perhubungan masing-masing daerah masih banyak yang belum terpenuhi. Sekretaris Jenderal (Sekjend) Oraski Fahmi Maharja mengungkapkan, tidak mudah untuk bisa menjadi taksi daring yang te-r­­egistrasi dan telah mengikuti ujian.

Menurut dia, ada saling tarik antara Dinas Perhubungan atau Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dengan perusahaan aplikasi.

”Ketika angkutan ajukan izin di BPTJ itu dipersyaraatkan untuk lampirkan MoU dari aplikasi. Dari aplikasi itu minta namanya izin penyelenggara angkutan sewa atau izin prinsip dari BPTJ. Ini sama duluan mana ayam atau telur,” ujar Fahmi.

Dia menilai, selama ini yang sudah mendapatkan izin atau teregistrasi dan mendapatkan kuota itu karena angkutan daring tersebut tergabung dengan koperasi atau perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan aplikasi. Sedangkan koperasi kecil hasil bentukan dari para driver lebih sulit.

”Jadi, yang sudah uji kir yang armadanya tercatat di perusahaan aplikasi. Marwahnya untuk membangkitkan semangat ekonomi kerakyatan. Bukan koperasi melainkan korporasi,” imbuh Fahmi.

Dwi, seorang pengemudi Go-Car, menuturkan bahwa dia ikut menjadi anggota Inkoppol. Setiap bulan dia membayar iuran anggota sebesar Rp105 ribu. Uang tersebut ternyata otomatis dipotong saat topup saldo.

Dia sendiri belum mengajukan uji kir karena ternyata juga ada antrean. ”Kir memang gratis, tapi ke sananya itu (bayar),” ujar dia.

Dia menuturkan, untuk mobil yang baru ikut mendaftar ternyata ada keharusan dari pihak aplikator untuk mengurus uji kir terlebih dahulu. Nah, menurut Dwi, butuh waktu hingga hampir sebulan untuk antre. ”Jadi, sekarang tidak bisa sembarangan gonta-ganti aplikasi,” ungkap dia.

Sofyan, pengemudi Grabcar, mengaku sudah dua kali mengikuti uji kir, dan harus membayar sekitar Rp350 ribu. Dia sebenarnya tidak habis pikir karena mobil yang dia pakai adalah Grand Livina keluaran 2017. ”Masak, mobil keluar pabrik tidak layak jadi harus diuji kir lagi,” tambah dia.

Pengurus Komunitas Grab Kota Bogor, Ajuana Ginanjar, meragukan ketika mobil pribadinya dilakukan uji kir dan dipasangkan logo resmi pemerintah, akan menjamin keberlangsungannya mencari nafkah.

Sebab, akan menjadi masalah jika aturan pemerintah telah diikuti tetapi dirinya suatu waktu terkena suspend atau nonaktif dari penyedia jasa online. ”Pertanggungjawaban dari pemerintah jika terjadi hal tersebut, seperti apa?’’ kata dia kepada Radar Bogor.

Pria yang akrab disapa Ajun ini menuturkan, pekerjaan menjadi seorang pengemudi angkutan daring tidaklah mengikat. Wajar saja jika banyak pihak yang menolak aturan baru tersebut.

Sebab, adanya suspend menjadi kekhawatiran sendiri sebagai pemilik mobil pribadi. ”Kalau kami dijamin tidak akan di-suspend, mungkin aturannya bisa diterima. Tapi kalau tidak ada jaminan tersebut, mobil yang sudah di-kir itu harganya bisa anjlok hingga 50 persen karena ketahuan mobil capek,’’ tegasnya.

Kuota 1.624, Tak Satu pun Terdaftar

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor, Rakhmawati menjelaskan bahwa kuota taksi daring khusus Kota Bogor yaitu sebanyak 1.624 angkutan. Namun, hingga kini belum ada satu pun yang terdaftar.

“Sampai sekarang yang mangajukan resmi ke kami belum ada. Belum ada yang memohon dari Kota Bogor, masih di Jakarta semua,” jelasnya kepada Radar Bogor, kemarin (28/1).

Ia menduga, taksi daring yang kini sudah mulai beroperasi di Kota Bogor rata-rata terdaftar di Jakarta. Mengingat, aturan operasional antarkota ataupun kabupaten masih diperbolehkan, sehingga hal tersebut tidak menyalahi aturan.

Sama halnya dengan uji kir. Meskipun taksi daring mendaftar di luar Kota Bogor, tetapi mereka diperkenankan melakukan uji kir di Kota Bogor. Namun, menurut Rakhma, hingga kini belum ada satu pun pemilik taksi daring yang melakukan uji kir di Dishub Kota Bogor.

Nantinya, setelah aturan taksi daring diterbitkan Februari mendatang, Dishub siap meng­awal ketat pemberla­kuannya di Kota Bogor. Khusus di Jabodetabek, pengawalannya dilakukan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

“Bogor itu mengacu ke BPTJ. Jadi, aturan, kuota dan peri­zinannya itu di BPTJ. Kalaupun ada operasi gabungan, kita di Dishub sebagai anggota BPTJ,” terangnya.

Ketika peraturan sudah ditetapkan, maka hal paling utama adalah ketertiban. Sehingga, menurut Rakhma, bukan hanya tertib administratif, melainkan juga tertib dalam aturan berkendara.

Ia mewanti-wanti agar para sopir taksi daring tidak mengetem di sembarang tempat. “Kalau untuk ngetem, pada dasarnya tidak boleh. Harus di tempatnya sendiri. Ada pool-nya. Mereka tidak boleh berkumpul di suatu tempat, banyak-banyak tidak boleh,” tukasnya.

Kasi Multimoda pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabu­paten Bogor, Joko Handrianto mengatakan, pihaknya hingga kini juga belum memiliki data pasti jumlah taksi daring yang ada di Kabupaten Bogor. Itu lantaran belum ada pengemudi taksi daring domisili Kabupaten Bogor yang melapor ke BPTJ.

”Dishub belum memiliki data jumlah taksi online yang ada di Kabupaten Bogor. Bukannya enggak mendata, tapi belum ada. Providernya sendiri pun disuruh melapor, hingga sekarang belum lapor. Kalau imbauan sudah ada, malah sudah dipanggil ke BPTJ juga. Provider itu seperti Grab berapa, Uber, yang ada di Bogor. Belum ada yang lapor,’’ bebernya.

Sejalan dengan itu, kata Joko, belum ada taksi daring yang melakukan uji kir. Meski, sambung Joko, bukan berarti di Kabupaten Bogor tidak ada taksi daring, hanya mereka belum melakukan pendaftaran ke BPTJ.

“Kalau Dishub, tupoksinya di pengujiannya saja, di kir-nya. Tapi kalau KIR itu dapat dilakukan, kalau misalnya mereka sudah mendapatkan kuota dari BPTJ. Dan sampai sekarang dari Kabupaten Bogor sendiri belum ada yang lapor diri, mendaftarkan ke BPTJ, maksudnya,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Angkutan dan Multi Moda Kemenhub Cucu Mulyana menuturkan bahwa pemberian batasan kuota itu justru menguntungkan pengemudi. Lantaran dengan jumlah yang dibatasi, pengemudi justru akan mendapatkan potensi jatah penumpang yang lebih banyak.

”Kalau saya sebagai driver saya yang asalnya mobilnya dua, pendapatan pengemudinya misalnya 1000. Begitu ditambah-tambah terus malah nanti berkurang pendapatan,” ujar dia. (rp2/fik/wil/c)