CIBINONG–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor memasuki tahun terakhir untuk menyelesaikan 25 indikator penciri kabupaten termaju di Indonesia. Target rata-rata lama sekolah (RLS) 9 tahun dan menekan angka kemiskinan berkisar 8-5 persen, merupakan dua indikator yang sulit dicapai.
Hingga akhir 2017 lalu, realisasi RLS masih berada pada kisaran 8,05 tahun atau setara kelas dua SMP. Sementara angka kemiskinan berkisar 8,7 persen dari jumlah penduduk 5,5 juta jiwa. Maksimal, penduduk miskin di Kabupaten Bogor bisa ditekan hingga hingga 8 persen.
”Dua itu rasanya berat. Karena itu, ada perubahan perhitungan kemiskinan dan usia sekolah dari Badan Pusat Statistik,” ungkap Kepala Bappedalitbang Kabupaten Bogor Syarifah Sofiah.
Ipah -biasa dia disapa- menjelaskan, selain dua indikator tersebut, peningkatan aksesibilitas lewat pembangunan jalan poros timur tengah atau yang biasa disebut Jalur Puncak II tidak mungkin tercapai di akhir masa jabatan Bupati Nurhayanti. Pasalnya, hingga kini, baik pemerintah pusat maupun provinsi masih enggan mengucurkan dana untuk pembangunan jalur itu.
”Setiap tahun, penciri selalu tercapai, seperti ketersediaan pasar rakyat dan masjid raya di setiap kecamatan. Tapi, RLS, kemiskinan, dan aksesibilitas lewat PTT (poros timur tengah) tidak bisa,” kata dia.
Namun, dia enggan terlampau pesimis. Pasalnya, capaian indikator baru akan dievaluasi akhir 2018 nanti. ”Kita lihat pada akhir tahun ini saja, ya. Bagaimana capaian akhirnya. Tapi, kami terus berusaha,” katanya.
Tahun ini, kata dia, tema pembangunan di Kabupaten Bogor bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, pembangunan infrastruktur pun tetap dilakukan karena itu merupakan elemen pendukung meningkatnya kesejahteraan.
”Masih (infrastruktur) prioritas. Tapi, tahun ini kan lebih selektif. Kami lihat infrastruktur mana yang bisa mendukung produktivitas masyarakat, terutama di daerah terpencil ya,” katanya.
Terpisah, Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Bappedalitbang Kabupaten Bogor Emy Sriwahyuni menjelaskan, ada dua aspek dalam mengentaskan kemiskinan. Yakni mengurangi beban hidup masyarakat dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
”Makanya, infrastruktur bisa mengurangi beban masyarakat untuk mengeluarkan ongkos kendaraan atau angkutan umum, misalnya. Kalau jalan sudah bagus, aksesnya pasti lebih mudah. Masyarakat yang ingin usaha juga lebih efisien,” kata Emy.
Emy menjelaskan, tanggung jawab dalam mengurangi beban hidup masyarakat ini, tersebar di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD), seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Pendidikan, serta Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP).
Sementara untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, tugas ditampuk Dinas UMKM, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Peternakan dan Perikanan hingga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
”Untuk peningkatan pendapatan masyarakat kami kumpulkan dengan Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka diberi bantuan untuk usaha, modalnya dari bahan-bahan yang disiapkan Pemkab Bogor,” kata Emy.
Di sisi lain, dalam upaya mengurangi beban hidup, infrastruktur menjadi patokan. ”Jika jalanan sudah bagus, pasti yang lain mengikuti karena akses yang mudah dan bisa dilintasi angkutan umum maka transportasi biayanya jadi murah,” katanya.
Selain itu, kebijakan pemerintah pusat juga memengaruhi program pemerintah daerah. ”Misalnya, subsidi listrik dicabut, lalu ada kenaikan harga BBM itu sedikit banyak memengaruhi. Karena target kemiskinan ini mengikuti pertumbuhan penduduk, tidak kami patok dengan jumlah penduduk pada 2013 (awal pembentukan RPJMD),” ungkapnya.(wil/c)