25 radar bogor

Buruh PT Shin Han Mogok Sebulan

galuh/radar bogor PROTES: Para buruh saat melakukan aksi solidaritas kasus PHK
galuh/radar bogor
PROTES: Para buruh saat melakukan aksi solidaritas kasus PHK

CITEUREUP–Karyawan PT Shin Han Indonesia melakukan unjuk rasa dan mogok kerja, kemarin (23/1). Hal itu buntut dari tujuh orang pekerja yang diputus masa kerjanya (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.

Terlebih, para karyawan di-PHK setelah mendirikan serikat pekerja (SP) dan bergabung dengan Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Bogor.

Aksi unjuk rasa oleh 300 orang ini akan dilakukan selama satu bulan ke depan, hingga 5 Maret 2018. Setiap pukul 07.00 WIB hingga 18.00 WIB. Mereka mogok kerja selama 24 jam.

“Empat bulan lalu mereka mendirikan serikat pekerja dan bergabung dengan kita, tapi setelah itu banyak PHK dari anggota dan pengurus SP di Shin Han sebanyak tujuh orang dengan dalih habis kontrak,” ujar Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam FSPMI Bogor Ipung kepada Radar Bogor.

Sebelum melakukan unjuk rasa dan mogok kerja ini, lanjutnya, telah dilakukan mediasi bersama dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bogor serta manajemen PT Shin Han. Hasilnya, Disnakertrans menganjurkan perusahaan untuk membayarkan pesangon sesuai aturan perundang-undangan.

Namun, anjuran itu ditolak manajemen perusahaan. “Dari situ mereka terus melakukan PHK anggota FSPMI hingga hari ini ditotal ada sekitar 30 orang,” tuturnya.

Ipung menambahkan, tuntutan massa aksi hanya meminta perusahaan untuk membayarkan selisih upah minimum sektor kerja (UMSK) 2017 yang telah ditetapkan gubernur Jawa Barat. Sebab, perusahaan hanya membayarkan upah minimum kerja (UMK) sebesar Rp3,2 juta tanpa UMSK sektor 3 bidang elektro sebesar Rp600 ribu. Sehingga hak yang seharusnya didapatkan sebesar Rp3,8 juta. Hal itu diketahui usai FSPMI terbentuk satu tahun silam di PT Shin Han.

Tuntutan lainnya, sambung Ipung, mempekerjakan kembali 30 orang yang telah di-PHK, dan mengangkat anggota FSPMI menjadi PKWTT karena kontrak tidak sesuai aturan. “Ada satu lagi pelanggaran yang dilakukan perusahaan yakni melakukan outsourcing yang tidak boleh dilakukan oleh karyawan produksi, kecuali ob, sekuriti, atau sopir,” tegasnya.

Sementara itu, Staf HRD PT Shin Han Indonesia Okta mengungkapkan, terkait PHK, acuannya telah jelas yakni berdasarkan masa kontrak yang sudah habis. Ia pun memberikan pemberitahuan sebelum pemutusan kontrak kepada semua karyawan yang masa kontrak kerjanya akan berakhir. Bukan hanya anggota SP FSPMI melainkan juga SP Mandiri. “Saya tidak membedakan, ketika masa kontrak habis saya proses dan beri tahukan,” ungkapnya.

Sementara untuk 30 orang yang menurut SP FSPMI di-PHK sepihak, sambungnya, sebelumnya telah dilakukan mediasi bersama Disnakertrans.(rp2/c)