BOGOR–Kebijakan impor beras memang selalu menjadi hal yang dilematis. Untuk itu, Institusi Pertanian Bogor (IPB) memberikan sejumlah masukan.
Direktur Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB, Dodik Ridho Nurrohmat, mengatakan impor beras dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan beras nasional, tetapi harus diikuti kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap beras produksi petani lokal.
Ia berharap, Badan Urusan Logistik (Bulog) bisa membatasi kuota beras impor, sesuai dengan kebutuhan wajar masyarakat. ”Keuntungan dari penjualan beras impor itu bisa digunakan untuk membeli beras dari petani lokal, sesuai HPP yang telah dinaikkan itu. Itu jadi solusi menyelesaikan polemik rencana impor beras ini,” jelasnya di IPBInternational Convention Center (IICC), kemarin (22/1).
Dodik menerangkan, harga beras impor yang rendah tidak selalu menunjukkan tingkat efisien dan produktivitas para petani dalam negeri yang rendah. Hal itu juga bisa disebabkan kelebihan stok beras di negara-negara importir beras, seperti Vietnam dan Thailand. Menurutnya, kelebihan tersebut perlu dijual meski dengan harga murah. “Salah satunya ke Indonesia,” ujarnya.
Ia menganggap, impor beras saat ini bisa menguntungkan karena terdapat selisih harga yang cukup besar, antara harga domestik dengan beras impor, sesuai harga beras di pasar internasional. “Kira-kira selisihnya sekitar Rp1.000-2.000 per kilogram,” jelasnya.
Upaya tersebut diyakininya berjalan lancar apabila pemerintah menggunakan data yang lebih akurat. Para akademisi menduga data yang digunakan pemerintah pusat selama ini sifatnya berlebihan, sehingga tidak mengharuskan impor beras.
Terpisah, Petugas Tata Usaha Unit Pasar Bogor Vera menjelaskan, harga beras di Kota Bogor mengalami penurunan, kemarin (22/1). Beras medium berada di kisaran Rp12 ribu per kilogram, turun sekitar seribu rupiah dari harga sebelumnya yang Rp13 ribu per kilogram. “Beras Bulog harganya masih bertahan di Rp9.350,” tukasnya.(fik/c)