25 radar bogor

Desa Tajur, Kecamatan Citeureup Gantikan Singkong dengan Serai Wangi

KOMPAK: Untuk meningkatkan kualitas produksi perkebunan, warga mengikuti pelatihan kelompok tani.

Banyak masyarakat menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam, yakni singkong. Namun, rupanya hal itu belum mampu meningkatkan taraf hidup petani di Desa Tajur, Kecamatan Citeureup.

Tak ingin melihat warganya jalan di tempat, pemerintahan Desa Tajur membuat inovasi baru dalam bercocok tanam. Salah satunya, mengganti singkong dengan serai wangi.

“Singkong sempat jatuh harganya hingga Rp300, itu membuat masya­rakat terpuruk,” ujar Kepala Desa Tajur, Aja Sukarja kepada Radar Bogor, kemarin (21/1).

Singkong Tajur, kata dia, masih kalah bersaing dengan singkong lainnya, salah satunya dari Sukabumi. Sebab, yang ditanam merupakan singkong aci. Hal itu karena masih banyaknya hama babi hutan yang seringkali merusak tanaman milik warga.

“Singkong kami juga tidak bisa masuk ke perusahaan karena mungkin tidak sesuai dengan kategori atau memang bibit dan olah tanahnya kurang baik,” ungkapnya.
Jika terus-menerus begitu, kehidupan masyarakat Desa Tajur yang mayoritas petani akan semakin terpuruk. Aja menegaskan, di tahun ini pihaknya akan memberikan bibit tanaman serai wangi kepada kelompok tani yang akan diuji tanam di lahan seluas satu hektare.

Hal itu pun telah dimusyawarahkan, meski baru sebagian petani yang menyetujuinya.

“Dalam satu hektare itu bisa 10 ribu batang. Untuk panen awal ketika satu tahun, panen selanjutnya sekitar enam bulan, bahkan bisa hanya tiga bulan, rutin,” ungkapnya.

Pemilihan serai wangi dilatarbela­kangi mudahnya dalam proses penanaman­. Memang, sambung dia, harga per batang hanya Rp400 hingga Rp600. Namun, serai wangi bisa berkembang menjadi produk minyak yang harganya pun bisa mencapai Rp200–250 ribu per kilogramnya.

“Kalau petani di sini mau, bisa gandeng pihak ketiga untuk membantu pengadaan alat penyulingan agar bisa mengolah minyak serai wangi, tapi tanpa menghilangkan tanaman singkong,” katanya.

Dirinya berharap pemerintah daerah melalui dinas terkait bisa ikut mendorong program tersebut. “Hampir 65 persen masyarakat di sini bercocok tanam,” pung­kasnya. (rp2/c)