25 radar bogor

Bima Cabut Izin Diskotek Lipss

SIDAK: Wali Kota Bogor Bima Arya (tengah bertopi) memeriksa perizinan diskotek Lipss, Sabtu (20/1) malam pascakasus pertikaian yang menyebabkan kader Gerindra tewas.

BOGOR-Kasus kematian kader Gerindra Fernando Wowor berbuntut panjang. Wali Kota Bogor Bima Arya langsung menutup tempat hiburan malam (THM) yang menjadi lokasi perkelahian maut, Sabtu (20/1) dini hari lalu.

Bima juga meminta jajarannya memeriksa perizinan THM yang kerap menimbulkan masalah di kawasan Sukasari, Bogor Timur, Kota Bogor, tersebut.
“Kami memeriksa dokumen perizinan, dan sedang mengkaji langkah cepat yang bisa dilakukan. Karena sudah berapa kali menimbulkan persoalan, lebih banyak mudharat,’’ ujar Bima, ditemui wartawan usai melakukan sidak ke sejumlah THM akhir pekan kemarin.

Bima menyebut, sebaiknya Lips dan THM serupa tak lagi beroperasi. Dia juga berjanji akan memeriksa tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) Lipss, dan tidak akan memperpanjang masa berlakunya. “Jika diban­dingkan dengan Alexis, tinggal menunggu sampai perpanjang. Tapi beda dengan Lipss, dan sekarang kami akan cek lagi, tapi ini sudah banyak kejadian, se­baiknya ditutup saja,” cetusnya.

Sementara itu, pemilik Lipps, Edi Susanto membantah peristiwa bentrokan terjadi di parkiran Lipps. Menurutnya, TKP berjarak sekitar 50 meter dari bangunan Lipps.

’’Saya sebenarnya tidak tahu bentrokan itu, hanya mendapat laporan dari anak buah bahwa itu terjadinya bukan di depan Lipps, tapi di depan toko perleng­kapan bayi, parkiran umum, jauh dari Lipps,’’ ujarnya.

Menurut Edi, operasional Lipps sudah berizin, bahkan surat suratnya dinyatakan lengkap. Maka itu, dia menyayangkan per­nyataan wali kota yang beren­cana mencabut izin Lipps.

”Saya mengikuti saja apa kata pak wali, kalau saya salah saya terima tapi kalau saya tidak salah, tentu beliau juga seorang yang bijaksana kan. Kalau kita tidak melanggar kenapa kita ditutup,” tukasnya.

Sikap Bima mendapat apresiasi dari para ulama. KH Ahmad Dahlan yang juga pimpinan Pondok Pesantren An Nuroniyah, Kedunghalang, Bogor Utara, mengaku sangat mendukung langkah Bima menutup THM itu dan menghapus kemung­­karan. ”Itu (menghapus kemung­karan, red) bukan hanya tugas para ulama dan kiai, pemerintah pun punya tanggung jawab,” ungkap KH Ahmad Dahlan kepada pewarta.

Oleh karena itu, lanjut dia, sinergi yang selama ini terjalin antara ulama dan pemerintah harus dipertahankan dan ditingkatkan. Karena ulama, umaro dan masyarakat tidak bisa dipisahkan. ”Kami para ustaz, ulama hanya bisa menyampaikan dalil lewat dakwah, bila tanpa didukung pemerintah lewat kebijakan, tidak akan berhasil,” katanya.

Di bagian lain, kasus tewasnya Fernando Wowor akibat tem­bakan pistol milik Briptu AR, mendapat sorotan Komisi Kepolisian Nasional (Kom­polnas). Kompolnas mendesak Polri segera menuntaskan kasus tersebut agar tidak terjadi fitnah di masyarakat.

“Maka untuk kejadian ini, perlu penyidikan yang serius, cepat dan tepat, sehingga tidak terjadi fitnah di masyarakat,” ujar anggota Kompolnas, Andrea Hynan Poeloengan kepada Radar Bogor.

Andrea menegaskan, polisi harus mampu menyikapi permasalahan ini secara hati-hati. Dalam kasus ini, harus dipastikan apakah anggota Polri yang melanggar, atau justru hanya membela diri. Dalam hal ini, kata Andrea, perlu diselidiki pula, sedang apa Briptu AR di lokasi THM. ”Apakah menjemput calon istrinya atau apa. Itu yang perlu didalami lagi,’’ ujarnya.

Menurut Andrea, dari posisi, jumlah Briptu AR jauh lebih sedikit, bahkan hanya didampingi calon istrinya. Namun, ia dibekali senjata. Dalam keadaan membahayakan keselamatan dirinya (posisi tidak seimbang) atau orang lain, anggota Polri diperkenankan melakukan tembakan yang melumpuhkan. “Hal ini diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM dalam Pelaksanaan Tugas Polri,” jelas Andrea.
Dia juga mempertanyakan, apakah Briptu AR dalam posisi sedang melaksanakan tugas. Atau sebaliknya, tidak dalam keadaan bertugas tetapi dalam keadaan membela dirinya beserta calon istrinya yang teraniaya.

“Mereka hanya oknum, tidak terkait pekerjaan. Ini murni kriminal. Biar hasil penyidikan dan alat bukti yang dapat terbukti di persidangan yang memutuskan duduk permasalahan sesungguhnya,” ucapnya.

Di sisi lain, Kompolnas juga menyoroti jam operasional dari THM Lips. Menurutnya, perlu dikaji dari segi pengamanan lokasi tempat hiburan. Apakah jam operasional sudah sesuai dengan perda di Kota Bogor. Jika belum, perlu ada tindakan tegas dari Pemkot Bogor.

Lalu, apakah pengamanan di lokasi hiburan tersebut sudah sesuai dengan izin gangguan dan petugas keamanannya sudah sesuai dengan ketentuan standar teknis sistem keamanan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 24 Tahun 2007. Dalam hal ini, sistem manajemen pengamanan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah.

“Ini juga harus menjadi audit pihak yang berwenang, apakah THM tersebut masih layak beroperasi atau tidak? Karena sungguh aneh, ada pengeroyokan, tapi tidak bisa dilerai oleh pihak keamanan THM Lipss. Harap semua pihak bersabar,” tandas­nya.(nal/don/fik/d)