25 radar bogor

Agung Laksono Ogah Bela Fredrich

FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS DIPERIKSA: Fredrich Yunadi mendatangi komisi antirasuah untuk menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis (18/1).
FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS
DIPERIKSA: Fredrich Yunadi mendatangi komisi antirasuah untuk menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis (18/1).

JAKARTA–Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menolak menjadi saksi meringankan untuk mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. ”Saya tidak bersedia menjadi saksi yang menguntungkan (Fredrich),” kata Agung di gedung KPK kemarin (18/1).

Agung mengatakan, penolakan itu lantaran pihaknya tidak mengenal Fredrich. Dia mengaku hanya tahu tentang Fredrich dari media. Selain itu, Agung hanya bertemu pengacara itu saat malam pascainsiden kecelakaan Setnov di kawasan Permata Hijau, 16 November tahun lalu. ”Saya baru kenal (Fredrich) malam itu saja ketika saya membesuk pak Setya Novanto,” ujarnya.

Sebagaimana diwartakan, setelah insiden kecelakaan yang diduga rekayasa itu, Setnov dirawat di RS Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Nah, saat perawatan itu, Agung membesuk Setnov dan bertemu dengan Fredrich. Agung mengakui, melihat Setnov terbaring di kamar dengan luka memar di bagian dahi. ”Ada perban di wajahnya, ada sedikit memar di dahi,” ingat Agung.

Selain alasan tidak mengenal Fredrich, Agung juga mengaku tidak terlibat terlalu dalam perkara dugaan menghalangi (obstruction of justice) penyidikan Setnov tersebut. ”Saya juga tidak ingin melibatkan diri,” kata mantan Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat itu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pengajuan Agung sebagai saksi meringankan untuk Fredrich merupakan hak tersangka. Febri menjelaskan, sebelumnya dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo yang menjadi tersangka bersama Fredrich juga mengajukan permohonan untuk menghadirkan tiga dokter sebagai saksi meringankan. Namun, ketiga dokter itu menolak.

Sama dengan ketiga dokter itu, Agung juga memiliki hak untuk menolak dijadikan saksi meringankan. ”Penolakan itu kami terima,” ujarnya. Febri menjelaskan, sebelumnya juga pernah ada tersangka KPK yang mengajukan saksi meringankan dengan latar belakang tokoh populer. ”Dulu pernah ada saksi yang meminta presiden untuk menjadi saksi meringankan,” ungkapnya.

Di sisi lain, sidang pokok perkara kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Setnov kemarin, jaksa penuntut KPK kembali menghadirkan saksi terkait transaksi jual beli mata uang asing yang dilakukan sejumlah perusahaan money changer dan pelaku bisnis lain. Mereka masih terkait dengan saksi yang dihadirkan pada sidang sebelumnya.

Saksi-saksi itu antara lain, Direktur PT Erakomp Infonusa Ferry Tan (48), Direktur PT Adireksa Buana Sakti Yasin Tanos (50), Direktur PT Raja Valuta Deni Wibowo (61), pegawai PT Panca Wisesa Adhika Wo Si Hai (48), dan Direktur PD Gunung Slamet Philip Widi Wijaya (76).

Sebagian saksi mengaku pernah melakukan transaksi dengan komisaris PT Berkah Langgeng Abadi (BLA) Juli Hira. Salah satunya, Ferry Tan. Perusahaan Ferry yang bergerak di bisnis perangkat komputer itu pernah membeli dolar AS atau transaksi valuta asing (valas) sebesar USD 239 ribu dari money changer milik Juli. ”Saya beli dolar untuk bayar ke supplier saya (di luar negeri, red),” ucapnya. (tyo)