25 radar bogor

Solusi Atasi PKL Dibahas Februari

KORBAN PENGEROYOKAN: Thomas Mattruty bersama rekan dan kerabatnya saat mengadu ke Polsek Cileungsi untuk melaporkan pengeroyokan yang dialaminya. Tampak luka di bagian dahinya akibat pengeroyokan orang-orang yang tak dikenalnya.
Foto: azis/radar bogor
SEMRAWUT: Keberadaan PKL di sekitar flyover Cileungsi yang belum dibongkar, membuat lalu lintas tampak semrawut.

CILEUNGSI–Menjamurnya pedagang kaki lima (PKL) di sekitar wilayah flyover Cileungsi merupakan sesuatu yang dianggap biasa. Hal itu lantaran belum adanya payung hukum yang dapat menjamin keberadaan para PKL.

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bogor Yuyud Supriyadi mengatakan, memang saat ini belum ada formula win-win solution untuk kebai­kan pedagang formal dan informal. Sebab, pada waktu-waktu tertentu memang diper­lukan penertiban sehingga keberadaan PKL tidak dike­luhkan apalagi sampai menyebabkan kemacetan. “Kami baru mau bahas payung hukum berupa Perda Inisiatif tentang Penataan dan Pem­ber­dayaan PKL di bulan Februari untuk bisa mengatasi masalah ini,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Dalam mengatasi masalah seperti ini, lanjutnya, peme­rintah harus memosisikan diri di tengah-tengah. Tidak memihak kepada pedagang formal dengan mengobrak-abrik PKL tetapi tidak juga memihak PKL karena pedagang formal telah mengorbankan finansialnya untuk menyewa kios. Karena itu, dalam Perda PKL akan adanya pembagian ruang dan waktu antara pedagang formal dan informal. “Jadi, mereka nanti bisa berbagi ruang dan waktu, seperti kapan PKL boleh berdagang dan di mana lokasi yang ditentukan untuk mereka agar tidak sama-sama saling menghalangi mencari rezeki,” tuturnya.

Menurut Yuyud, untuk menertibkan para PKL yang su­dah menjamur dan meng­ganggu ketertiban umum bisa saja menggunakan Pera­turan Bupati (Perbup) tentang Pokja PKL dan Perda Ketertiban Umum yang dilakukan oleh Satpol PP di kecamatan. Namun, kedua peraturan ter­sebut dirasa belum kom­prehensif. Artinya, pener-t­i­ban hanya akan menjadi ke­ge­lisahan PKL karena pemer­intah tidak menyediakan lahan pengganti untuk mereka kem­bali berdagang.

“Sedangkan menjadi PKL sudah menjadi pekerjaannya sehari-hari untuk bertahan hidup,” pungkasnya.(rp2/c)