25 radar bogor

Reuni dengan Setnov di Tahanan

Foto : Tedy Kroen/Rakyat Merdeka DITAHAN: Tersangka pengacara Fredrich Yunadi mengenakan rompi oranye, digiring ke mobil tahanan, usai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 11 jam di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Sabtu (13/1).
Foto : Tedy Kroen/Rakyat Merdeka
DITAHAN: Tersangka pengacara Fredrich Yunadi mengenakan rompi oranye, digiring ke mobil tahanan, usai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 11 jam di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Sabtu (13/1).

JAKARTA-Fredrich Yunadi alias Fredi Junadi bernasib hampir sama dengan Setya Novanto (Setnov). Keduanya sama-sama tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditahan setelah melewati drama penangkapan. Bahkan, kini, keduanya reuni lantaran menghuni rumah tahanan negara (rutan) yang sama, yakni di gedung penunjang KPK baru.

Fredrich dibawa ke gedung KPK pada 00.11 dini hari kemarin (13/1) setelah KPK menerbitkan surat perintah penangkapan. Nah, usai diperiksa selama 10 jam, Fredrich akhirnya keluar gedung 16 lantai itu pada pukul 11.00.

Dia mengenakan rompi tahanan dan digelandang ke rutan cabang KPK yang lokasinya berada di gedung utama lembaga superbodi tersebut. Dengan penangkapan dan penahanan itu pun membuat Fredrich terguncang.

Usai diperiksa kemarin, advokat kontroversial itu menyatakan tidak puas dengan proses hukum di KPK. Dia pun merasa menjadi sasaran yang hendak dibumihanguskan oleh KPK. ”Sekarang saya dibumihanguskan, ini adalah suatu pekerjaan yang diperkirakan ingin menghabiskan profesi advokat,” ujarnya.

Fredrich berlindung di balik Pasal 16 UU Nomor 18/2003 tentang Advokat yang menyebut bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. ”Saya melakukan tugas dan kewajiban saya membela Pak Setya Novanto,” terangnya.

Sebagaimana diwartakan, KPK menjerat Fredrich dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo dengan tuduhan obstruction of justice yang diatur dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. Keduanya diduga bersekongkol mengatur skenario perawatan Setnov setelah mengalami insiden kecelakaan kontroversial pada 16 November lalu.

Terkait dengan itu, Fredrich merasa difitnah. ”Tidak ada, itu bohong semua (tuduhan KPK),” ujarnya. Soal tuduhan mem-booking satu lantai kamar VIP, Fredrich juga menyebut hal itu tidak benar. ”Sama sekali tidak ada (menyewa satu lantai VIP),” imbuhnya.

Fredrich pun menilai tindakan hukum KPK sudah menyerang profesi advokat secara umum. Bahkan, menurut dia, hal serupa tidak tertutup kemungkinan bakal kembali dialami advokat-advokat lain. ”Saya diperlakukan oleh KPK berarti semua advokat akan diperlakukan hal yang sama. Dan ini akan diikuti oleh kepolisian maupun jaksa,” imbuh dia.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, sebelum memutuskan untuk melakukan penangkapan dan penahanan selama 20 hari ke depan, pihaknya sudah melayangkan pemanggilan secara patut pada Jumat (12/1). Namun, pada jadwal itu, Fredrich tidak kunjung datang. Dia melalui kuasa hukumnya, Sapriyanto Refa justru meminta KPK menunda pemeriksaan itu.

”Penyidik telah menunggu sampai hari kerja berakhir,” ujar Febri. Atas dasar itu, KPK lantas mengambil langkah tegas. Yakni, mencari Fredrich dengan berbekal surat perintah penangkapan.

Proses pencarian dilakukan di sejumlah lokasi di Jakarta. ”Hingga ditemukan di salah satu tempat di Jakarta Selatan,” terang mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengajak semua pihak untuk tidak menggenarilisir profesi advokat. KPK mengetahui banyak pengacara yang bekerja secara profesional yang berpedoman pada etika profesi dan tidak menghalangi proses penegakan hukum. ”Profesi advokat ataupun dokter adalah profesi mulia yang ditujukan untuk melindungi hak-hak klien,” jelasnya.

Namun, profesi yang mulia itu tidak lantas digunakan untuk menghalangi penyidikan. Sebab, kata Febri, pelanggaran obstruction of justice itu sudah diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor. Hukumannya cukup berat. Yakni maksimal 12 tahun penjara. ”Advokat dan dokter diharapkan tidak menghalang-halangi penanganan kasus korupsi,” jelas dia.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan mengatakan, Fredrich memang menjalankan profesinya sebagai pengacara Setnov. Namun, ada batasnya dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah Fredrich melakukan pelanggaran? Jika seorang pengacara melakukan pelanggaran, maka dia bisa dijerat pidana. Sebab, dalam undang-undang tidak ada pengecualian pengacara tidak bisa dipidana. “Intinya, siapa pun bisa dipidana,” tuturnya.

Jadi, tutur dia, sekarang bergantung alat bukti yang dimiliki KPK. Apakah komisi antirasuah itu memiliki bukti yang cukup dalam menjerat Fredrich. Kalau komisi yang sudah 15 tahun berdiri itu menyatakan Fredrich menghalangi penyidikan, maka lembaga tersebut harus bisa membuktikan bahwa mantan pengacara Setnov itu melanggar pasal 21.

Kalau Fredrich merasa apa yang dilakukan KPK tidak benar, maka jalan satu-satunya adalah mengajukan praperadilan. Nanti di pengadilan bisa dibuktikan apakah penetapan tersangka sudah sesuai prosedur atau belum.

Luhut menegaskan, apa yang dilakukan KPK bukanlah serangan terhadap advokat. Dia tidak ingin citra pengacara buruk hanya karena satu orang. Pihaknya tidak mau menutup-nutupi jika ada yang salah. Sebab, hal itu merupakan sebuah pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, dia cukup kaget saat mengetahui Fredrich dan Bimanesh menjadi tersangka dan ditahan KPK. Awalnya, dia khawatir komisi yang diketuai Agus Rahardjo itu salah dalam menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Sebab, lanjutnya, berdasarkan aturan perundang-undangan, dokter dan pengacara tidak bisa dipidana selama tidak menyalahgunakan profesinya. Dalam menjalankan profesinya, mereka dilindungi undang-undang.

Namun, tutur dia, setelah men­­dengarkan keterangan yang disampaikan KPK, dia menilai tindakan yang dilakukan komisi antirasuah sudah tepat. “Setelah mengetahui alasan KPK dalam menetapkan Fredrich dan Bima­nesh sebagai tersangka,” ucapnya.

Pria asal Ponorogo itu mengatakan, tampaknya KPK punya data bahwa keduanya melakukan rekayasa rekam medik dan mengatur rumah sakit.(tyo/lum)