JAKARTA–Jika sebelumnya 10 parpol pemilik kursi DPR hanya diwajibkan mengikuti verifikasi faktual di Provinsi Kalimantan Utara dan beberapa kabupaten atau kota saja, maka setelah jatuh putusan MK seluruh parpol peserta pemilu 2014 wajib diperiksa alias dicek kembali pemenuhan persyaratannya di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan.
“Jadi, terhitung sejak hari ini tidak ada lagi parpol yang hanya bermodal ongkang-ongkang kaki saja bisa langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019. Semuanya harus diteliti secara faktual kepengurusan, keterwakilan perempuan, keanggotaan, dan keberadaan kantornya ditingkat provinsi dan kabupaten/kota,” kata pengamat politik dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin.
“Bahkan khusus untuk kepengurusan, MK memerintahkan KPU agar melakukan verifikasi faktual sampai ke tingkat kecamatan, sesuai ketentuan undang-undang,” sambung dia.
Ketentuan verifikasi faktual kepengurusan parpol di tingkat kecamatan Said menyebutnya sebagai aturan baru. Ketentuan ini tidak dilakukan pada Pemilu 2014. Kalau KPU benar-benar melaksanakan aturan ini secara fair, maka sangat mungkin jumlah parpol peserta Pemilu 2019 akan menyusut.
“Mengapa? Sebab, jangankan untuk dapat memenuhi persyaratan di tingkat kecamatan, untuk lolos verifikasi faktual di tingkat kabupaten/kota saja bukan perkara mudah bagi sejumlah parpol,” katanya.
“Boleh jadi banyak parpol yang akan oleng atau sempoyongan. Ujung-ujungnya mereka bisa dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU dan gagal menjadi Peserta Pemilu 2019. Sekali lagi, kondisi ini bisa terjadi jika KPU benar-benar fair dalam melakukan verifikasi faktual,” demikian Said Salahuddin.
Ketua Umum PPP Romahurmuziy menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/ PT).
Menurut Romi, keputusan MK sudah tepat. Alasannya, DPR dan pemerintah menentukan besaran PT berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 45. Dengan putusan tersebut, partai politik atau gabungan partai politik harus mengantongi 20 persen kursi di DPR RI dan 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
“Jadi, kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada MK yang kukuh dengan argumentasinya untuk menetapkan PT,” kata pria yang akrab disapa Romi ini, seperti keterangan tertulisnya Kamis (11/1).
“Dengan keputusan MK ini, maka kepastian sistem presidensial kita akan kuat,” imbuhnya.
Romi meyakini bahwa tidak ada satupun partai yang mampu mencapai ambang batas sebesar itu. Artinya, semua partai diwajibkan untuk bergabung. Dengan berkoalisi, sambung Romi, pemerintahan ke depan sudah pasti kuat. (rmol)
Untuk itu, Romi memprediksi bahwa Pilpres 2019 nanti hanya bakal diisi oleh dua pasangan calon. Nah, jika dilihat dari peta politik yang ada, dia memprediksi Joko Widodo akan kembali berhadpan dengan Prabowo Subianto.
“Dan itu hanya akan mengulang kembali peta pertarungan 2014,” ujar Romi.
Sebelumya, MK Mahkamah Konstitusi menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Partai Idaman yang teregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017.