25 radar bogor

STEI Tazkia Kaji Teknologi Finansial

Dr. Abdurrahman Misno
Dr. Abdurrahman Misno

BOGOR–Isu muamalah kontemporer menarik perhatian STEI Tazkia. Sebagai sekolah tinggi yang fokus di bidang ekonomi Islam, STEI Tazkia ingin menjawab keresahan masyarakat yang bertanya-tanya perihal halal atau tidaknya muamalah yang baru-baru ini berkembang. Seperti bitcoin, e-money, Go-Food, Go Pay, dan teknologi finansial lainnya.

Karena itu, 8 Januari lalu, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) STEI Tazki melakukan kajian bersama Direktur Pusat Studi Penyelesaian Sengketa Muamalah, Dr. Abdurrahman Misno melalui kegiatan rutin mingguan yang dinamakan ‘Monday Forum’ yang menghadirkan analisis tajam mengenai isu-isu tersebut dengan mengambil tema ‘Halal Haram Muamalah Kontemporer’. Kajian tersebut dapat dilihat masyarakat melalui live streaming Youtube chanel Tazkia TV pada 09.30-12.00 WIB senin lalu.

Kegiatan dibuka Kepala LPPM STEI Tazkia Ries Wulandari dan dilanjutkan pemaparan materi serta diskusi. Dr. Abdurrahman Misno memaparkan prinsip-prinsip dasar fikih muamalah beserta praktiknya di zaman modern.

Ia menjelasakan beberapa teori yang menjadi prinsip dasar antara lain teori hak, kepemilikan, harta, dan jual beli yang sah sesuai syariah. Juga riba nasiah dan jahiliyah dalam bisnis modern.

Kemudian yang terakhir akad-akad haram seperti maisir, gharar, tadlis, ihtikar, ikrah, tallaqi ruqban, ghissy, batil, dan najasy. Demikian pula dengan praktiknya di ekonomi modern, seperti bitcoin, e-money, Go-Food, Go Pay dan teknologi finansial lainnya.

Ia juga menerangkan, ada dua metode penetapan hukum. Metode pertama adalah istinbath al-ahkam, yaitu metode mengeluarkan hukum dari teks Alquran dan sunah. Metode kedua, istidlal al-ahkam dengan mencari dalil hukum yang dijadikan dasar bagi suatu permasalahan.

”Kaidah asal dari hukum muamalah adalah boleh, tetapi ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, antara lain: akad harus sesuai prinsip syariah, terpenuhinya rukun dan syarat, dan tidak boleh mengandung akad yang diharamkan dalam Islam,” terang Abdurrahman.

Dari hal tersebut, muncul pertanyaan mengenai hukum Go Pay misalnya, seperti sirkulasi uang, diskon harga dan jasa yang ditawarkan mengandung riba atau tidak.

Begitu pula dengan Go Food, di mana pembeli memesan kepada driver untuk membeli sesuatu yang otomatis menjadi utang sehingga driver tidak boleh mengambil manfaat dari utang tersebut. ”Dalam hal tersebut terdapat larangan menggabungkan akad jual beli dan ijarah,” jelas Abdurrahman.

Hal tersebut juga berlaku dalam Fintech (e-money) yang merupakan produk tersendiri dari bank, sebagai alat tukar sah dan membeli uang dengan uang yang dimanfaatkan untuk pembayaran tol ataupun tiket kereta api, dan lainnya. “Hukum tidak dapat diubah, tetapi solusi dapat dicari dengan metodologi dan manhaj yang kokoh,” tambahnya.(cr1/c)