25 radar bogor

Kasus Kekerasan Anak Naik, Setahun 57 Kasus

ilustrasi
ilustrasi

BOGOR–Tiga tahun terakhir, tampaknya, menjadi tahun paling memprihatinkan bagi anak-anak di Kota Hujan. Pasalnya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Bogor menemukan puluhan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan orang terdekat sebagai pelaku.

Kepala DPMPPA Kota Bogor Artiana Yanar Anggraini mengungkapkan, angka kekerasan pada anak terus naik setiap tahun. Pihaknya mencatat, pada 2015 terjadi 20 kasus kekerasan pada anak. Jumlah ini meningkat menjadi 52 kasus pada 2016. Kemudian pada 2017, jumlahnya naik lagi menjadi 57 kasus.

“Meningkatnya kasus kekerasan anak disebabkan banyak faktor. Selain karena kasus sosial, keberadaan lembaga perlindungan anak sudah banyak membantu masyarakat dalam membuat pengaduan,” ujarnya.

Meski kasus kekerasan anak tinggi, tidak membuat predikat Kota Layak Anak tingkat Pratama yang didapatkan Kota Bogor percuma. Sebab, kata dia, pemkot terus melakukan berbagai upaya agar kasus kekerasan pada anak bisa ditekan.

“Kasus kekerasan pada anak akan terus ada seiring dengan dinamika sosial masyarakat. Sampai saat ini, di semua kota, pasti ada tindakan kekerasan, tergantung pada bagaimana penanganannya saja,” ucapnya.

Karena itu, dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak, DPMPPA Kota Bogor tidak bekerja sendiri. Artiana menjelaskan, berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) dilibatkan. Termasuk di antaranya jajaran kepolisian, posyandu hingga tingkat kecamatan dan kelurahan.

“Guna mempertahankan predikat Kota Layak Anak, kami juga meningkatkan intensitas sosialisasi. Terutama di dinas kesehatan, pendidikan, sosial, serta komponen lain seperti masyarakat, badan usaha, dan media,” tuturnya.

Kabid Pemenuhan Hak Anak DPMPPA Kota Bogor, Tini Sri Agustini menambahkan, dalam menekan kasus kekerasan pada anak, pihaknya akan fokus pada lima cluster. Di antaranya, hak sipil anak dan kebebasan yang diaplikasikan melalui pemberian akta kelahiran. “Kami bekerja sama dengan posyandu untuk program ini,” ujarnya.

Cluster lain adalah lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, seperti membangun pesantren ramah anak. Pihaknya juga fokus pada kesehatan dasar dan kesejahteraan yang diterapkan melalui puskesmas ramah anak. “Pendidikan dan pemanfaatan waktu luang serta kegiatan budaya hingga perlindungan khusus juga menjadi cluster prioritas DPMPPA,” imbuhnya.

Dia menilai, dalam mencapai predikat Kota Layak Anak, tantangan terbesar yang dihadapi adalah menjalin kerja sama dengan OPD dan pihak terkait. “Tiap OPD sudah ada program menuju ke situ, tinggal disinergikan saja,” pungkasnya. (wil/c)