25 radar bogor

Seto Atmono, dari Tenaga Sekuriti Menjadi Juru Sumpah Pengadilan Tipikor

MUHAMAD ALI/JAWAPOS SEMANGAT: Seto Atmono (kanan) menggandeng Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar saat menjadi saksi dalam salah satu sidang.
MUHAMAD ALI/JAWAPOS
SEMANGAT: Seto Atmono (kanan) menggandeng Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar saat menjadi saksi dalam salah satu sidang.

Mengawali karier sebagai petugas keamanan perumahan hakim, kini Seto Atmono memiliki peran penting dalam setiap sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Yakni, menjadi juru sumpah saksi dan terdakwa. Tanpa dia, persidangan yang menyeret banyak tokoh besar itu tidak bisa dimulai.

AGUS DWI PRASETYO, Jakarta

DUA petugas berpakaian safari sibuk memeriksa satu per satu pengunjung yang hendak masuk ke salah satu ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta pagi itu.

Seorang petugas memelototi setiap jengkal anggota tubuh orang yang diperiksa. Petugas lainnya mengarahkan alat pendeteksi logam (metal detector) ke barang bawaan pengunjung.

Seto Atmono tidak mengerti apa yang dilakukan dua petugas berbadan tegap dan berambut cepak tersebut. Dia hanya melihat pemandangan di pintu masuk ruang sidang dari kejauhan.

Tak berselang lama, handphone (HP) di saku kanan kemeja yang dia kenakan berdering. Suaranya cukup kencang. ”Iya, Pak. Siap, Pak,” katanya, menjawab lawan bicaranya di seberang telepon.

Setelah menutup telepon, Seto beranjak dari tempat duduk, menuju ruang sidang yang dijaga dua petugas tersebut. Saat tiba di ambang pintu, petugas itu menanyakan maksud dan tujuan Seto.

Dengan lugas dia menjawab, ”Saya mau nyumpah saksi di dalam.” Namun, jawaban itu tidak menjadikan dia istimewa di hadapan dua petugas tersebut. Sebab, Seto tetap saja digeledah layaknya pengunjung lain.

Ketika melihat daftar saksi yang diperiksa, Seto baru menyadari tujuan penggeledahan tersebut. Ya, salah seorang saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah mantan Wakil Presiden (Wapres) Boediono.

Pengalaman tersebut paling membekas di memori Seto. Sebab, selama menjadi juru sumpah, baru kali itu dia digeledah Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) sebelum masuk ruang sidang. ”Pengamanannya ketat sekali. CCTV (closed circuit television) dipasang di mana-mana,” ungkap Seto, mengingat peristiwa 9 Mei 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Rasuna Said, itu.

Sudah tujuh tahun atau sejak 2010, Seto mengemban tugas sebagai juru sumpah Pengadilan Tipikor Jakarta. Mulai pengadilan masih berada di gedung Uppindo, Jalan HR Rasuna Said, hingga kini berpindah di Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran. Sampai saat ini, mayoritas hakim pengadilan tipikor menggunakan jasa Seto sebagai juru sumpah.

Tugas Seto itu sebenarnya tidak diatur secara khusus di hukum acara pidana (KUHAP) tentang pemeriksaan di pengadilan. Hanya, sesuai ketentuan KUHAP, setiap saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan keterangan di hadapan majelis hakim. Tanpa tahapan tersebut, persidangan tidak sah. Nah, aturan itulah yang membutuhkan juru sumpah dalam sidang.

”Saya ini hanya membantu hakim,” ungkap pria 48 tahun tersebut saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (22/12).

Status Seto saat ini adalah pegawai honorer di Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain menjadi juru sumpah, dia diminta untuk membantu menyiapkan kelengkapan persidangan seperti kursi saksi hingga sound system.

Secara profesi, tugas Seto memang sangat sepele. Namun, tidak semua orang punya kesempatan menjadi juru sumpah kasus korupsi yang ditangani KPK. Apalagi, yang disumpah adalah tokoh-tokoh besar. ”Memang banyak yang bilang tugas saya sepele. Tapi, ini sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya,” tutur bapak dua anak tersebut.

Boediono merupakan salah satu tokoh besar yang pernah disumpah Seto. Kala itu dalam kasus korupsi Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya. Selain Boediono, dalam sidang kasus tersebut juga hadir Jusuf Kalla, yang saat itu merupakan mantan Wapres.

Ada pula Sri Mulyani yang berkapasitas sebagai mantan menteri keuangan. ”Semuanya saya yang nyumpah,” ungkap Seto.

Bukan hanya mereka tokoh populer yang pernah merasakan jasa sumpah Seto. Di kasus korupsi Pusat Pelatihan, Pendidikan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P2SON) Hambalang, misalnya, banyak nama besar yang bersaksi. Salah satunya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. ”Kalau dia (Nazaruddin, red) nggak kehitung lagi (disumpah, red),” ucap suami Maryanti itu.

Selain Nazar, ada sederet nama besar lagi dalam kasus yang bergulir sejak 2011 hingga sekarang itu. Mulai mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh, sampai mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng. ”Kalau Anas, juga berkali-kali saya yang sumpah,” terangnya.

Saking banyaknya orang yang disumpah, Seto tidak hafal jumlahnya. Namun, untuk sekelas saksi, dia menyebut lebih dari seribu orang. Semuanya merupakan saksi kasus korupsi yang ditangani dan diajukan ke pengadilan oleh KPK.

Sedangkan untuk terdakwa, hanya beberapa orang yang dia ingat. Antara lain mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, mantan Kakorlantas Djoko Susilo, mantan Ketua MK Akil Mochtar, dan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Juga pengacara kondang Otto Cornelis (O.C.) Kaligis, mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali, mantan Ketua Umum PKS Luthfi Hasan Ishaaq, hingga pengusaha top Siti Hartati Murdaya.

Seto mengaku tidak memiliki ritual khusus sebelum menyumpah saksi dan terdakwa. Namun, dia selalu mengambil air wudu sebelum menaruh kitab Alquran di atas kepala saksi yang beragama Islam. Sedangkan untuk agama lain, tidak ada persiapan khusus. ” Kalau agama lain, tangannya diletakkan di atas kitab,” jelasnya.

Tugas Seto hanya memegang peranti sumpah. Pengucapan sumpah atau janji dilakukan hakim, kemudian diikuti saksi. Selama menjadi juru sumpah, Seto berkali-kali melihat saksi yang gemetar ketika mengucapkan sumpah. Sebagian besar merupakan terdakwa kasus korupsi. ” Kalau saya kan biasa (tidak gemetar, red). Mungkin dia takut berbohong, jadi gemetar,” ucapnya.

Seto menceritakan, awalnya dirinya menjadi juru sumpah lantaran diminta ketua pengadilan pada 2010. Sebelum menekuni profesi itu, dia merupakan petugas keamanan di kompleks perumahan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berada di kawasan Ampera Raya, Pasar Minggu.

” Waktu itu KPN Selatan (ketua PN Jakarta Selatan, red) minta saya bantu jadi juru sumpah di sini (PN Jakarta Pusat, red). Kebetulan, dia (ketua PN Jaksel, Red) dipindah menjadi KPN di sini (PN Jakarta Pusat, red),” tutur dia. Sebelum Seto, hakim tipikor menyuruh orang seadanya sebagai juru sumpah. Mulai office boy (OB) hingga pengawal tahanan.

Nah, kehadiran Seto waktu itu sangat membantu hakim. Sebab, mereka tidak perlu lagi mencari orang sebagai juru sumpah. Kondisi itu pun bertahan sampai sekarang. Seto selalu menjadi juru sumpah utama. ”Kalau saya nggak bisa, biasanya diganti teman OB. Tapi, kalau saya ada, ya saya yang diminta bantu,” bebernya.

Soal gaji, profesi juru sumpah tidak begitu banyak membantu. Sebab, sampai saat ini Seto hanya menerima UMP. Namun, Seto berupaya mencari pemasukan lain. Paling sering, dia menjadi makelar tanah dan rumah.(*/c11/nw)