25 radar bogor

Orang Miskin Capai 71,3 Ribu

BOGOR–Dari tahun ke tahun APBD Kota Bogor terus meningkat. Namun, jumlah warga yang hidup miskin juga masih terbilang tinggi. Tahun ini, Komite Pemantau Legislatif (Kopel) mencatat jumlahnya mencapai 71,3 ribu orang.

”Dalam kategori yang dibuat Kementerian Dalam Negeri Kota Bogor masuk dalam kategori tinggi,” jelas Direktur Kopel Syamsuddin Alimsyah dalam keterangan persnya, kemarin (27/12).

Jumlah tersebut, kata dia, memang mengalami penurunan dari 2016 yang sebesar 79,2 ribu. ”Penurunan tidak signifikan dari tahun sebelumnya,” imbuhnya.

Hal ini, kata Syam, menunjukkan kinerja anggaran Kota Bogor masih rendah terhadap pengurangan jumlah orang miskin. Kondisi tersebut bahkan mencerminkan persoalan-persoalan yang menjerat orang miskin belum tersentuh secara stimulan.

Seperti anak-anak telantar, anak jalanan, pengemis, serta gelandangan. Pada 2017, ada sebanyak 310 anak telantar, 198 pengemis, 195 anak jalanan, 133 anak balita telantar, serta 68 gelan­dangan.

Di sisi lain, pada 2017, Kota Bogor tercatat mengelola dana APBD sebesar Rp2,39 triliun. Meningkat dari 2016 sebesar Rp2,34 triliun. Sedangkan pada 2015, APBD Kota Bogor sebesar Rp2,04 triliun. Meningkat dari tahun 2014 yang jumlahnya sebesar Rp1,7 triliun.

Meski demikian, anggaran yang besar ini belum tentu mencerminkan tingginya kinerja anggaran terhadap persoalan utama yang dihadapai masyarakat, yaitu terkait kesejahteraan dan kemiskinan.

Dana yang seharusnya dapat dialokasikan untuk mengentaskan persoalan kemiskinan justru menjadi Silpa. Tahun ini jumlahnya membengkak. Dari 2016 sebesar Rp305 miliar menjadi Rp501 miliar. Dari 2015 sebesar Rp340 miliar, sedangkan 2014 sebesar Rp212 miliar.

Di bagian lain, selama tahun anggaran 2017 memang ada delapan dari 200 paket proyek APBD yang gagal lelang. Penyebabnya, beberapa proyek tersebut gagal dilelang lantaran pesertanya mayoritas tidak memenuhi kriteria.

Kepala Sub Bagian Pengadaan Barang Setda Kota Bogor Aryamehr Khomsa menjelaskan, paket-paket pekerjaan itu terpaksa dinyatakan gagal lelang lantaran para peserta lelang yang mendaftar lewat Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tak lolos evaluasi teknis.

“Kami sebagai pe­nyelenggara lelang juga harus hati-hati. Kalau memang tidak layak, ya tidak dime­nangkan,” jelasnya kepada Radar Bogor. (fik/d)