25 radar bogor

KPK Tangkap Sembilan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota

Sofyansyah/Radar Bogor TAK BERGERAK: Terus bertambahnya kendaraan menuju Puncak membuat arus lalu lintas terhambat hingga tol Jagorawi, kemarin.
Chandra Satwika/Jawa Pos HUKUM: Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, ketika berada di gedung KPK Jakarta, Selasa (19/12).

Selama 2017 ditangkapnya sejumlah kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyedot perhatian. Tercatat sembilan kepala daerah harus berurusan dengan lembaga antirasuah tersebut.

Diawali pada Rabu 21 Juni 2017, KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Dia ditetapkan sebagai tersangka Kamis (22/6) setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK atas dugaan suap pada proyek peningkatan jalan TES-Muara Aman dan proyek peningkatan jalan Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong.

Selain Ridwan, sang istri Lily Martiani Maddari, Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) Jhoni Wijaya, dan pengusaha Rico Dian Sari juga ikut ditetapkan sebagai tersangka. Ridwan diduga mendapat commitment fee Rp4,7 miliar dari proyek itu.

Setelah menangkap Ridwan, KPK terus memburu para kepala daerah yang tersangkut korupsi. Bupati Pamekasan, Jawa Timur Achmad Syafii ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa, Rabu, 2 Agustus 2017.

Dia ditangkap setelah menghadiri kegiatan Tentara Manunggal Membangun Desa (TMM) di Desa Bukek, Kecamatan Tlanakan.

Selain Achmad, KPK juga menetapkan empat tersangka lain yakni Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo, Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi, dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin.

Masih pada bulan yang sama, KPK kini menangkap Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno di rumah dinasnya, Selasa, 29 Agustus. Siti diduga tersangkut kasus suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.

Dia diduga menerima suap Rp5,1 miliar. Selain Situ Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Cahyo Supriadi juga ikut terseret.

Satu bulan kemudian, KPK mengobok-obok Sumatera Utara dan menangkap Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen. OK Arya diduga tersangkut kasus suap pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara pada 2017. Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka Kamis 14 September.

Selain OK Arya, KPK juga menjerat Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady, pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono, serta dua kontraktor Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar sebagai tersangka.

Masih pada September, lagi-lagi KPK menangkap seorang kepala daerah. Adalah Wali Kota Batu Eddy Rumpoko yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp5,26 miliar. Proyek itu dimenangkan PT Dailbana Prima. Tak hanya Eddy, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan dan pengusaha bernama Filipus Djap juga ikut ditangkap.

Selanjutnya pada Jumat 22 September, KPK menangkap Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi dalam operasi tangkap tangan. Dia resmi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan pada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon pada 2017.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan selain Iman, KPK juga menetapkan Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Koya Cilegon Ahmad Dita Prawira (ADP), serta seorang swasta bernama Hendry (H) sebagai tersangka penerima suap.

Dari pihak pemberi, KPK menetapkan Project Manager PT Brantas Abipraya, Bayu Dwinanto Utomo (BDU), Dirut PT PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) Tubagus Donny Sugihmukti (TDS), serta Legal Manager PT KIEC Eka Wandoro (EW).

Basaria mengatakan, Iman, Ahmad Dita, dan Hendry diduga menerima suap sebesar Rp1,5 miliar dari Bayu, Donny, dan Eka. Suap tersebut diberikan agar pemerintah Kota Cilegon memuluskan proses perizinan pembangunan Transmart.

Masih di bulan yang sama, selanjutnya Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari juga menjadi sasaran. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Selain politkus dari Partai Golkar itu, KPK juga menetapkan Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin (KHN) dan Hari Susanto Gun (HSG) selaku Direktur Utama PT SGP (Sawit Golden Prima).

“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan, dan ditetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Kamis (28/9) lalu.

Pensiunan jenderal polisi ini mengatakan, HSG memberikan uang sebesar Rp6 miliar kepada Rita terkait suap pemberian operasi untuk keperluan inti dan plasma Perkebunan Kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT SGP.

Tak hanya kasus penerimaan suap, Rita yang juga Ketua DPP Golkar Kaltim bersama Khairudin juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Rita sebagai penyelenggara negara.
Bulan berikutnya, Oktober, KPK menangkap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.

Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait pengisian jabatan di Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 20 orang yang dilakukan tim satgas KPK pada Rabu, 25 Oktober.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan sebagai penerima, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngajuk, Ibnu Hajar, dan Kepala Sekolah SMPN 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi.

Suwandi diketahui merupakan orang dekat Taufiqurrahman. Sedangkan, sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, Mokhammad Bisri, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto sebagai tersangka.

Basaria menjabarkan, Taufiq, Ibnu Hajar, dan Suwandi diduga menerima suap sebesar Rp298 juta dari Bisri dan Harjanto. Suap diberikan melalui beberapa orang kepercayaan Taufiqurrahman terkait perekrutan dan pengelolaan Aparat Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.

Teranyar, pada Kamis, 23 November KPK menetapkan Wali Kota Mojokerto, Masud Yunus (MY) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pembahasan perubahan APBD pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto tahun anggaran 2017.

Penetapan tersangka merupakan bagian dari pengembangan penyidikan yang dilakukan KPK setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada pertengahan Juni 2017 lalu.

Empat orang yang dijadikan tersangka, yakni, Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, dan Umar Faruq. ”Ini adalah pengembangan dari setelah OTT,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Selaku Wali Kota Mojokerto, Masud diduga bersama-sama dengan Wiwiet memberikan hadiah atau janji kepada Purnomo. Patut diduga, hadiah atau janji tersebut diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar mereka berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya.

Sementara itu, menyikapi banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang berharap pada 2018 tidak ada lagi kepala daerah yang harus berurusan dengan kasus hukum.(rah/jpg/net)