25 radar bogor

Kisah Kombatan ISIS asal Bogor, Biasa Masak Disuruh Menembak

Aldiansyah Syamsudin

Nama Aldiansyah Syamsudin mendadak ramai seharian kemarin. Ia adalah tukang masak asal Bogor, mantan kombatan ISIS yang mengaku sudah tobat. Semasa di Suriah, namanya berubah menjadi Abu Assam Al Indonisiy.

Dari sebuah kantor unit kontra-terorisme di Suriah Utara, Aldiansyah menceritakan bahwa masa depannya berubah setelah pergi ke Suriah, dan bergabung dengan ISIS. Selama menjadi anggota ISIS, Aldi­ansyah belajar menembak menggunakan se­napan mesin, dan AK-47. ISIS men­janjikannya empat istri, sebuah mobil, dan sebuah rumah, yang nyatanya meru­pakan janji belaka.

Menjadi satu-satunya anggota ISIS yang selamat setelah sebuah serangan udara menghancurkan kendaraan dan para pejuang ISIS lainnya, Aldiansyah ditinggal dalam keadaan “terluka, sakit, dan kelaparan”.

Dia kemudian diabaikan oleh warga sekitar sebelum akhirnya ditangkap Pasukan Demokratik Suriah (SDF). Sekarang, Al­dian­syah ingin pulang, dan mengaku tidak akan berbahaya bagi Indo­nesia, ataupun negara lain. “ISIS sudah tidak peduli dengan saya. Lantas, mengapa saya harus mengikuti ajaran mereka?” kata Aldiansyah dikutip dari Australia Plus Rabu (20/12/2017).

Perjalanan Aldiansyah dimulai setelah lulus dari pondok pe­santren di Bogor. Melihat ajaran ISIS di internet, Aldiansyah menjadi radikal, dan bergabung dengan sebuah kelompok ber­nama Gadi Gado lewat pesan di Telegram.

“Saya tertarik untuk bergabung dengan IS karena teman saya bilang hidupnya gratis dan nyaman, bisa memiliki empat istri, dan mereka akan memberi uang, rumah, dan mobil,” tutur Aldiansyah.

Lewat Telegram, Aldiansyah berkenalan dengan orang Indonesia bernama Abu Hofsah yang memberi tahu bagaimana cara ke Suriah.

Abu Hofsah kemudian mengi­riminya uang sebesar 1.000 dolar Australia, atau sekitar Rp10,4 juta, untuk membayar tiket pesawat. Aldiansyah tiba di Turki pada Maret 2016, dan sempat tinggal di sebuah rumah di Kota Gaziantep, sebelum dikirim ke timur Suriah.

Malam hari, Aldiansyah dida­tangi oleh seorang Muharrib (pejuang) yang memberi tahu bahwa sudah saatnya mereka pergi ke perbatasan.

Maka, mereka bersepuluh naik mobil, dan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki.

“Kami menyeberang sungai dan terus berjalan. Kemudian menemukan barikade dari bahan logam. Tentara Turki menembaki kami, tapi kami berhasil tiba,” papar Aldiansyah.

Aldiansyah masuk ke Suriah April 2017, lebih lambat diban­dingkan anggota asing ISIS yang lain.

Meski begitu, dia tetap bangga. Sebab, dia berhasil melewati perbatasan Turki dengan sela­mat meski militer melakukan penjagaan ketat.

Waktu kedatangannya berte­patan saat ISIS telah terdorong ke selatan dan tidak lagi memiliki akses ke perbatasan.

Aldiansyah melanjutkan, selama di Suriah, dia dilatih oleh orang Indonesia dengan nama alias Abu Walid Al Indonesiya, dan warga negara Filipina bernama Abu Abdulrohman Al Phillipini.

Dia dilatih untuk menggunakan berbagai jenis senjata ringan. Latihan militer itu digelar di Provinsi Hama, dan berlangsung selama 20 hari.

“Saya belajar menggunakan empat senjata. Termasuk AK, granat berpelontar roket (RPG), dan senapan mesin PKC,” ujar Aldiansyah.

Aldiansyah mengaku hanya mengenal lima warga negara In­donesia di Suriah meski peme­rintah yakin ada ratusan orang yang bergabung dengan ISIS. Selain itu, Aldiansyah menyatakan tidak pernah masuk ke Raqqa untuk berperang.(ric/net)