BOGOR–Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Nomor 8 Tahun 2016, tampaknya, belum maksimal. Meski secara tegas telah ditentukan kawasan yang harus steril dari asap rokok ini, di antaranya kawasan pendidikan (sekolah) dan wilayah pemerintahan, tak sedikit pejabat yang masih meniru pelanggaran hukum tindak pidana ringan (tipiring) ini.
Seperti para pejabat di Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Jonggol. Kepada Radar Bogor, koordinator penyuluh Ade Sudrajat mengaku belum mendengar sosialisasi perda rokok. Karenanya, ia mengaku masih bebas menjepit rokok di jarinya saat bekerja. “Sudah dengar, tapi belum ada sosialisasi,” singkatnya.
Sementara itu, aturan tegas telah disosialisasikan. Di antara tempat terlarang untuk asap beracun ini adalah kantor pemerintahan.
“Perda ini harus dilaksanakan. Kawasannya tempat ibadah, kantor pemerintah atau sekolahan,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencegahan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (Kabid P3KL) Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Kusnadi.
Kusnadi meyakini perda ini tidak akan mandul seperti regulasi perbup sebelumnya. Perbup yang mengatur KTR sebelumnya dinilai tidak efektif. Pemkab akan menyosialisasikan perda selama kurun satu tahun setelah disahkan Juni lalu. Bagi masyarakat yang melanggar akan dikenakan denda pidana minimal tiga hari dan maksimal Rp1 juta.
Sedangkan bagi korporasi penjual atau promosi, bisa dikenai denda pidana minimal tiga bulan dengan denda maksimal Rp50 juta.
Pemkab juga akan membentuk satuan petugas dan bergerak secara intens supaya perda bisa diimplementasikan secara efektif.
“Kami akan bentuk satgasnya dulu dan semua harus bergerak intens. Tahun depan kami ada pembinaan. Pokoknya, satu tahun sosialisasi,” kata dia.(azi/c)