25 radar bogor

Mengunjungi ASTI, Konservasi Tingkat Internasional (2-habis)

DISELAMATKAN: Bayi si amang digendong untuk diperiksa kesehatannya.
DISELAMATKAN: Bayi si amang digendong untuk diperiksa kesehatannya.

Satwa yang datang ke Animal Sanctuary Trust Indonesia (ASTI) hampir seluruhnya bernasib buruk. Baik dari sisi kesehatan, mental, maupun ­perilakunya. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi para konservator ASTI. Usaha itu untuk memulihkan itu semua sebelum satwa dilepas di alam liar.

Laporan :Muhammad Aprian Romadhoni

Tecatat, pada 2015 lalu, dua spesies satwa Indonesia nyaris punah. Perburuan dan perdagangan ilegal jadi salah satu faktor penyebabnya. Teru­tama para pemilik satwa langka yang hanya ingin memuaskan nafsu kesom­bongan semata.

Dalam catatan ASTI, bagian tubuh satwa diburu. Sebut saja gading, cula, sirip, dan bulu yang sangat bernilai ekonomis tinggi. Tak hanya itu, habitat mereka juga habis dibabat. Segelintir satwa dipaksa mening­galkan rumah mereka.

Eksploitasi seperti ini tentu mengganggu kestabilan eko­sistem yang berujung pada kepunahan. ”ASTI bertujuan melakukan rehabilitasi di seluruh Indonesia. Seperti ai amang dan orangutan ke Kalimatan serta harimau di Sumatera,” kata Kepala Medical Animal, drh. Aidell Fitri Rakhmawati kepada Radar Bogor.

Setelah dari rehabilitasi, satwa akan dilepasliarkan. Beberapa satwa terancam punah di ataranya macan tutul, kucing hutan, dan merak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon.

Pengalaman menangani satwa menjadi cerita dari hidup Aidell. Ia mengungkapkan kese­di­hannya terhadap kondisi satwa yang ada di ASTI.

Seperti burung yang sayapnya dipotong, kukang yang dipotong gigi taringnya, bayi satwa datang butuh sentuhan induknya. “Coba bayangkan, sekecil ini (sambil menggendong satwa primata) dipisahkan dari induknya,” ujarnya sambil berderai air mata.

Aidell membeberkan, kondisi mental juga dirasakan satwa langka seperti orangutan dan si amang. Saat diincar, pasti ada kelompok hewan yang dibunuh pemburu. Seperti Carlos, bayi si amang yang datang saat usianya masih beberapa hari.

Ia diambil dari tangan pengusaha asal Jakarta. ”Sekarang sudah tujuh bulan, saat datang kondisinya masih shock dan lemas,” jelasnya.

Selama direhabilitasi, lanjut Aidell, satwa yang datang akan dikarantina. Hewan yang sudah tidak makan seperti di habitatnnya.

Pola makannya kadang berubah karena dirawat oleh manusia. ”Ada yang dikasih bakso, gorengan dan macam-macam. Di sini kami ubah total agar kembali ke aslinya,” tukasnya.(*/c)