25 radar bogor

Jawa Barat Provinsi Terkorup, Soal Rasuah di Sektor Pendidikan

BOGOR–Dua jempol ke bawah untuk Provinsi Jawa Barat dalam urusan korupsi. Daerah pe­nyang­ga ibu kota ini menjadi daerah terkorup se-In­donesia khususnya di bidang pendidikan. Peng­hitungan itu berdasarkan jumlah kasus korupsi yang terungkap atau sudah diadili.

”Meningkatnya kasus korupsi di bidang pendidikan karena kurangnya keterbukaan informasi di setiap kota. Sekolah itu badan publik yang banyak disengketakan oleh masyarakat karena tidak terbuka. Kami menerima sengketa lebih dari 716 sekolah karena tidak terbuka,’’ beber Ketua Komisi Informasi Jawa Barat Dan Satriana pada Kemah Hari Antikorupsi Sedunia di Kampung Demokrasi Cibuluh, Desa Kiarasari, Kabupaten Bogor, Selasa (19/12).

Satriana mengungkapkan, ada tiga aspek yang dapat memberi celah para oknum untuk merasuah uang negara. Yaitu pada bantuan dari pemerintah pusat melalui pemerintah daerah, kemudian bantuan langsung kepada siswa seperti dana bantuan operasional sekolah (BOS) atau bantuan program yang dibentuk pemerintah daerah.

Nah, dari banyaknya bantuan yang masuk, nantinya akan bermuara di sekolah untuk dikelola. Di sinilah letak celah potensi korupsi.

”Korupsi di sektor pendidikan bisa diselesaikan dan dicegah dengan memperbaiki transparansi di sekolah. Karena transparansi di sekolah itu memungkinkan masyarakat dengan cepat mengawasi dan melihat kalau ada potensi penyimpangan.

Saya yakin uang–uang dari pusat maupun dari daerah yang ada disekolah itu bisa diselamatkan,’’ ujarnya di hadapan para peserta kemah.

Satriana menilai tingginya angka praktik korupsi di Provinsi Jawa Barat sebagai ironi jika ditinjau dari peringkat keterbukaan informasi. Di sektor ini, Jawa Barat juga berada di urutan per­tama.

Pemerintahan daerahnya pun terlihat begitu cemerlang di bidang kesekretariatan dan sebagainya. ”Sehingga, sulit untuk membayangkan ketika keterbukaan tersebut belum sampai ke level bawah. Apakah pemerintah daerah hanya berbenah pada level elitenya saja?’’ kata dia.

Dia juga mengaku banyak menerima keluhan guru dan masyarakat soal keterbukaan informasi dalam dunia pendidikan. Khususnya pada pengelolaan anggaran. ”Perlu diingat, Undang–Undang Nomor 14 menjamin kepastian atau kewajiban membuka informasi bagi badan publik, juga kepastian melindungi hak memohon informasi,’’ tegasnya.

Menanggapi keluhan para guru, Satriana memastikan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat akan meninjau ulang tolok ukur yang selama ini digunakan untuk memberi peringkat pada pemerintah daerah soal keterbukaan informasi publik.

”Karena tidak mencerminkan layanan pemda sebenarnya. Itu saya jadikan evaluasi akhir tahun ini, dan saya akan teruskan dengan bentuk surat kepada wali kota dan bupati se-Jawa Barat,’’ cetusnya.

Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan, pentingnya peranan KPK untuk menindaklanjuti temuan rasuah di dunia pendidikan.

Sekolah dinilai perlu untuk menjalin kerja sama dengan lembaga sosial masyarakat (NGO) yang lebih khusus mengadvokasi agar keterbukaan informasi mengenai pendataan yang akurat bisa didapatkan.

”Sebenarnya semua kembali pada akuntabilitas pengelolaan anggaran. Sehingga untuk menghindari aksi culas dan rasuah akuntabilitas penggunaan anggaran harus lebih dikede­pankan dan tata kelola penggunaan anggaran harus diperbaiki,” ujarnya.(cr2/d)