25 radar bogor

Jaga Alam dengan Sasi Lompa

FERLYNDA PUTRI/JAWA POS PANEN IKAN: Warga Negeri Haruku bersiap menjaring ikan lompa. Ikan tersebut khas Pulau Haruku.

PANEN IKAN: Warga Negeri Haruku bersiap menjaring ikan lompa. Ikan tersebut khas Pulau Haruku. (FERLYNDA PUTRI/JAWA POS)

PERTENGAHAN Oktober lalu Kepala Kewang (ketua adat) Negeri Haruku Eliza Marthen Kissya sudah mengumumkan akan menghelat sasi lompa. Persiapan sudah dilakukan. Malamnya, pria yang akrab disapa Eli itu tidak melihat ikan lompa datang ke hulu Sungai Haruku. Akhirnya, sasi lompa dibatalkan.

Tepat seminggu kemudian, 22 Oktober, ikan yang hanya hidup di sekitar Haruku itu mulai banyak di hulu sungai yang berada tepat di samping rumah kewang. Dia pun akhirnya mengumumkan bahwa tiga hari kemudian sasi lompa dihelat. Seluruh warga diminta untuk bersih-bersih. Pada 25 Oktober, sekitar pukul 19.00, Eli keluar dengan pakaian kewang. Yakni baju lengan panjang dan celana hitam. Di lehernya ada halsduk berwarna merah. Selempang tenun berwarna merah juga menempel di tubuhnya.

Saat itu dia akan mengawali malam sasi lompa. ”Nanti akan jalan mengelilingi kampung. Membacakan peraturan sasi lompa (Saniri’a Lo’osi Aman Haru-ukui atau Saniri Lengkap Negeri Haruku, red),” katanya.

Peraturan sasi lompa dibacakan bersama dengan para kewang lain, sekitar 12 orang. Peraturan tersebut dibacakan di setiap sudut negeri sambil membawa daun kelapa kering yang dibakar. Acara itu selesai pada pukul 23.00. Pada pukul 03.00 para kewang berkumpul di rumah kewang. Mereka makan bersama. Menu ikan bakar dan sayur-mayur dihi dangkan. Alasnya daun kelapa. Untuk minum, air diwadahi bambu, gelasnya batok kelapa.

Setelah itu, Eli menyalakan lagi daun kelapa kering. Langit Haruku menjadi terang. ”Ini untuk menarik perhatian ikan lompa agar masuk ke hulu. Biar tahu jalan,” tutur pria 68 tahun tersebut.

Proses bakar-bakar itu ber­langsung sampai pukul 05.00, saat matahari mulai terbit. Selanjutnya, hulu Sungai Haruku dibendung dengan kayu dan jaring. Ikan dibiarkan berada di tengah sungai. Saatnya berpesta. Pada pukul 09.00, semua kewang masuk ke sungai, disusul seluruh warga. Ada yang membawa ember, kain, hingga jaring besar. Semua orang menjaring ikan. Ikan di­kumpulkan.

”Anak yatim dan janda dapat porsi banyak. Nanti ikan dikeringkan dan bisa dimakan beberapa bulan ke depan,” jelas pria kelahiran 12 Maret 1949 tersebut.

Sasi lompa dihelat sejak 1600- an. Berdasar cerita Eli, sasi lompa pada awalnya memang bertujuan melestarikan alam. ”Sejak awal, ada peraturan untuk tidak boleh memetik buah yang masih kecil. Pohon yang ada buahnya juga tidak boleh ditebang,” ungkapnya.

Sekarang peraturan ditambah dengan tidak boleh mandi atau mencuci di sungai dengan sabun. Itu dilakukan agar ikan lompa tidak punah. Sayang, event tahunan itu tidak mendapat perhatian dari pemerintah. ”Tidak pernah ada yang datang,” ungkap Eli.

Eli sebagai ketua kewang ingin melanjutkan acara tersebut. Dia hanya ingin Negeri Haruku tetap kaya dengan sumber daya alam hayati.(Ferlynda Putri/ c11/dos)