25 radar bogor

Pak Wali Anak Kami Lapar, 12 Bulan Belum Digaji

PROTES: Para istri pegawai PDJT berunjuk rasa di depan Balaikota Bogor, kemarin (14/12). Mereka menuntut pembayaran gaji yang sampai saat ini belum dibayarkan.
PROTES: Para istri pegawai PDJT berunjuk rasa di depan Balaikota Bogor, kemarin (14/12). Mereka menuntut pembayaran gaji yang sampai saat ini belum dibayarkan.

BOGOR–Laparrr… Pak, tolong kami anakmu yang sudah ditelantarkan selama 12 bulan. Apakah Bapak/Ibu tidak punya hati nurani! Bapak/Ibu yang cuma memen­tingkan kepentingan pribadi (politik).

Begitulah tulisan protes yang dibawa oleh Nurlela, salah satu istri karyawan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT), ketika melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota Bogor, kemarin siang (14/12).

Nurlela tak sendiri. Sejumlah istri karyawan PDJT juga melakukan aksi serupa. Mereka membawa spanduk bertuliskan kekecewaan terhadap Wali Kota Bogor Bima Arya. “Kami tidak ingin anak-anak kami kelaparan, tidak ada uang dan tidak makan, saya sangat kecewa dengan janji-janji wali kota,” ujar Nurlela kepada Radar Bogor.

Hal senada juga diungkapkan istri karyawan PDJT lainnya, Nurwati. Dia mengaku harus menja­lani hidup serba keku­rangan di sepanjang tahun ini. Keluarganya merasa kesulitan sejak suaminya tidak mendapat kejelasan soal gaji dari BUMD yang mengoperasikan bus Transpakuan tersebut. “Mulai dari makan, biaya sekolah, dan lain sebagainya tidak cukup,” lirihnya.

Dia mengaku terpaksa melakukan aksi unjuk rasa, lantaran pada aksi serupa sebelumnya tidak mendapatkan solusi. Bahkan, terkesan hanya sebatas obral janji. Padahal, yang mereka butuhkan hanya kepastian nasib karyawan PDJT. “Kalau sudah begini keputusannya adalah di pak wali kota,” tegasnya.

Koordinator aksi Sukanta Wijaya menambahkan, kembali beroperasinya Transpakuan sejak tiga pekan lalu tidak lantas memberikan dampak positif kepada karyawan. Sebab, dari 144 pegawai, hanya ada 20 pegawai yang kembali dipekerjakan. “Itu pun hanya 10 pengemudi, lima ticketing, dan lima manajemen yang dipekerjakan,” ucapnya.

Sedangkan sisanya (pegawai PDJT), termasuk dirinya, belum mendapat penjelasan apakah masih berstatus pekerja atau sudah di-PHK. Mereka hanya menanti kabar baik di rumah sembari sesekali kerja sampingan untuk mendapat tambahan pemasukan. “Kadang saya juga bingung, mau kerja lagi di daerah lain tapi masih terikat kerja. Tapi di sini juga tidak ada kejelasan bagaimana nasib saya,” bebernya.

Sementara, waktu terus berjalan dan kebutuhan istri dan anak-anak mereka harus tetap terpenuhi. “Bahkan ada beberapa teman saya yang sampai diusir dari kontrakan karena tidak bisa bayar sewa. Beberapa juga ada yang diceraikan karena ia tidak bisa menafkahi,” ungkapnya.

Sementara itu, Satuan Internal Pengawas PDJT, Tri Haryanto menuturkan, sejauh ini belum ada kepastian sistem pem­bayaran gaji kepada pegawai. Sejauh ini pun pekerja hanya menggunakan sistem bagi hasil. “Sebanyak 60 persen dari pendapatan Transpakuan per bulan dibayar sebagai setoran ke PDJT, sisanya untuk karyawan,” ujarnya.

Pekerja PDJT, sambung dia, sebenarnya menyadari bahwa permasalahan ini tidak dapat selesai dengan cepat oleh Pemkot Bogor. “Setidaknya, beri penjela­san kepada pihaknya tentang status dan upah pekerja yang masih nunggak,” pungkasnya.

Menanggapi aksi protes tersebut, Wali Kota Bogor Bima Arya berjanji akan melakukan pertemuan kembali dengan karyawan PDJT. “Nanti akan ditemui untuk berdialog bersama PDJT juga, tetapi waktunya masih diatur,” ujar Bima.

Pemkot, kata dia, akan mengambil langkah untuk pembayaran gaji karyawan PDJT. Apakah diangsur atau seperti apa, sambil terus menunggu proses operasional Transpakuan. “Oleh karena itu, kita terus dorong agar bertambah, kemudian pelan-pelan akan kita cicil dan bayar,” pungkasnya.(ran/cr2/c)