25 radar bogor

Rp769 M Belum Terserap

BOGOR–Meski APBD 2018 sudah diketok, rupanya, Pemkot Bogor masih memiliki PR besar dalam APBD 2017. Badan Penge­lola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor mencatat, hingga awal Desem­ber ini, masih ada anggaran yang cukup besar belum terserap.

Sekretaris BPKAD Kota Bogor, Lia Kania Dewi menjelaskan, dari APBD 2017 sebesar Rp2,3 triliun, hingga awal Desember baru terserap sebesar Rp1,6 triliun. Jadi, masih ada sekitar Rp769,6 miliar anggaran di sektor belanja yang belum terealisasi. “Mudah-mudahan sampai akhir Desember ini serapannya bisa baik. Karena kalau berkaitan dengan belanja modal, kontraktor, dan sebagainya banyak juga yang penerapannya termin-termin terakhir di Desember,” jelasnya kepada Radar Bogor, kemarin (13/12).

Kepala Bagian Administrasi Pengendalian Pemkot Bogor, Rahmat Hidayat mengakui, ada beberapa OPD yang lamban menyerap anggaran. Berdasarkan data yang ia kantongi hingga awal Oktober lalu, dari sebanyak 49 unit kerja, serapan yang paling rendah ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor, yakni sebesar 25,51 persen. Atau jika dirupiah­kan, dari anggaran sebesar Rp266 miliar baru terealisasi sebanyak Rp67 miliar.

Serapan terendah kedua yaitu Bagian Administrasi Perekono­mian (Adekom), sebesar 27,9 persen. Jika dirupiahkan, dari anggaran sebesar Rp3,9 miliar, baru terealisasi sebanyak Rp1,1 miliar. Selanjutnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor dengan serapan 40,36 persen, atau dari Rp9,9 miliar baru terealisasi Rp4 miliar.

Serapan paling tinggi ada pada Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat (Adkesra) Pemkot Bogor, yaitu sebesar 87,18 persen atau dari Rp5,453 miliar hanya terealisasi Rp4,754 miliar.
Menanggapi itu, Kepala Dinas PUPR Kota Bogor, Chusnul Rozaqi mengatakan, ritme penyerapan anggaran tahun ini bakal sama dengan tahun sebelumnya.

Pasalnya, ketika menginjak Juli 2016, serapan anggaran Dinas PUPR belum mencapai angka 20 persen. “Tahun lalu (2016) juga pada Juli masih rendah banget. Tapi, begitu di akhir tahun kami bisa sampai 89 persen,” jelasnya kepada Radar Bogor.

Ia optimistis, penyerapan anggaran di akhir tahun akan meningkat drastis. Sebab, proyek APBD yang nilainya miliaran rupiah telah selesai lelang. Kini, tinggal tersisa beberapa proyek dengan nilai di bawah Rp200 juta yang tanpa melalui lelang. “Paling besar Rp4,2 miliar,” terangnya.

Chusnul mengatakan, peningka­tan penyerapan secara signifikan baru mulai terlihat ketika menginjak November. Tapi, menurut dia, mustahil jika anggarannya terserap seratus persen.
Ia mengklaim selalu ada anggaran yang tersisa dari hasil lelang. Seperti halnya tahun lalu yang penyerapannya hanya mencapai 89 persen.

Telatnya penyerapan anggaran di Dinas PUPR, kata dia, lumrah terjadi. Sebab, Chusnul menganggap perencanaan pembangunan di Kota Bogor kerap kali terlambat.

Maka, menurutnya, hal tersebut yang membuat anggaran baru terserap pada akhir-akhir tahun. “Karena perencanaan kita selalu di tahun yang sama itu belakangan. Jadi, banyak kendala menyambut persiapannya,” kata Chusnul.

Kejadian serupa juga dirasa bakal terjadi di tahun-tahun mendatang, jika sistem perencanaan pem­bangunan Kota Bogor di tahun yang sama dengan realisasi pembangunan.

Terpisah, Kabag Administrasi Perekonomian Pemkot Bogor, Tri Irijanto menjelaskan mengenai alasan pihaknya menempati posisi dua terendah menyerap anggaran. Hal itu, menurutnya, disebabkan oleh gagalnya revitalisasi bangunan Dekranasda Kota Bogor.

Revitalisasi yang sudah dianggarkan sekitar Rp1 miliar itu ditunda menjadi tahun depan. “Revitalisasi bangunan Dekranas itu tadinya tahun ini, ditunda jadi tahun depan. Harganya sekitar Rp1 miliar,” jelasnya.

Tri mengatakan, gagalnya pembangunan gedung yang berlokasi di Kelurahan Baranang­siang, Kecamatan Bogor Timur, itu disebabkan oleh kesalahan penulisan judul pengerjaan. Pengerjaan yang semestinya dinamakan revitalisasi, sebelumnya disebutkan hanya rehabilitasi. “Kami bukan masalah lelang, tapi karena salah judul. Harusnya itu revitalisasi bukan perbaikan. Jadi, kalau revitalisasi itu harus 2018, yang kami masukkan itu rehabilitasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala BPBD Kota Bogor, Ganjar Gunawan mengatakan bahwa lambatnya serapan di BPBD karena tugasnya yang hanya sebatas operasi penyelamatan dan pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana. Untuk melakukan dua fungsi tersebut memang tidak membutuhkan dana yang besar. “Yang besar kebutuhan di lapangan itu infrastruktur, seperti perbaikan talud, perbaikan TPT, perbaikan saluran air,” terang Ganjar.

Sistem yang selama ini berjalan, BPBD Kota Bogor hanya merekomendasikan perbaikan-perbaikan bangungan bekas bencana kepada dinas-dinas teknis. “Tahun ini, misalnya, Februari kemarin ada beberapa SD mengalami kerusakan akibat bencana. Yang mengajukan perbaikan Dinas Pendidikan, tapi atas rekomendasi BPBD yang menyatakan benar bahwa itu terkena dampak bencana,” katanya.(fik/d)