JONGGOL–Spekulasi harga pupuk subsidi yang terjadi di ruko resmi bukanlah bentuk lemahnya pengawasan dari UPT Pengembangan Teknologi dan Peredaran Hasil (PTPH) XV Wilayah Jonggol. Melainkan, menjadi bahan evaluasi Dinas Koperasi Perindustrian UMKM dan Perdagangan (Diskoperindag). Pasalnya, fungsi pengawasan ada di dinas pimpinan Dace Supriadi.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Jonggol, Ade Sudrajat. Menurutnya, pengawasan penjualan pupuk subsidi harusnya dilakukan oleh Diskoperindag, sehingga para penjual bisa menentukan harga dengan benar.
“Jika persoalannya di hartga pupuk, yang seharusnya Rp1.800 jadi Rp3.000, itu wewenang Diskoperindag. Jadi harus dievaluasi,” kata Ade saat di kantornya, kemarin (12/12).
Meski demikian, ia menilai penetapan biaya melebihi aturan yang berlaku pada peraturan menteri disebabkan oleh cost tambahan. Di antaranya, penggunaan bungkus pupuk untuk memudahkan petani membawa barang belanjaannya.
“Mereka (petani, red) beli eceran, pakai kresek (bungkus plastik, red). Jadi, bisa dikatakan wajar ada biaya tambahan,” imbuhnya.
Namun, secara aturan, penerapan harga pupuk sudah semestinya berdasar pada ketentuan yang telah diatur. Untuk itu, upaya evaluasi internal juga akan dilakukan oleh pihaknya.
“Kami akui, selain kesalahan Diskoperindag, kami pun harus melakukan evaluasi agar spekulasi harga pupuk tak lagi terjadi pada tahun depan,” tuturnya.
Ke depan, sambung dia, pihaknya akan menyosialisasikan harga resmi pupuk serta mendata lahan petani, sehingga penyaluran pupuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
“Kami belum melakukan itu. Ke depannya sosialisasi dan pendataan kebutuhan akan kami lakukan,” tukasnya.
Terpisah, Kepala Bidang Perdagangan Diskoperindag Kabupaten Bogor Jona Sijabat mengaku telah melakukan pengawasan pada distributor pupuk subsidi. Ia bahkan menemukan stok pupuk subsidi di wilayah di Citeureup semakin minim.
“Karena mobilitas pembelian pupuk di Citeureup tinggi. Jadi, stok minim. Ternyata, itu karena banyak petani di Sukamakmur yang memilih membeli pupuk di Citeureup lantaran selisih harga,” ujarnya.
Menurutnya, penjualan pupuk dengan harga di atas ketentuan adalah pelanggaran. Karenanya, ia akan kembali menyisir ruko resmi penjual pupuk subsidi.
“Alasan bungkus plastik untuk menaikkan harga tidak bisa diterima, karena selisihnya cukup banyak. Karena itulah petani memilih harga lebih murah,” katanya.
Ia mengaku akan berkomunikasi dengan Pengembangan Teknologi dan Peredaran Hasil (PTPH) Kabupaten Bogor. “Sebelumnya kami sudah rapat bersama kadis PTPH. Selanjutnya kami akan berkomunikasi kembali. Karena saat ini spekulasi harga pupuk menjadi perhatian serius kami,” ucapnya.(azi/c)