25 radar bogor

Motif-Motif Kuno Kain Tenun Suku Dayak Iban

SENTUHAN MISTIS: Jantah, puak Dayak Iban, dan salah satu kain bermotif kuno miliknya. Motif kuno kian langka karena tidak banyak pemudi yang punya kekuatan spiritual mumpuni untuk menyalin motif dari para puak.
SENTUHAN MISTIS: Jantah, puak Dayak Iban, dan salah satu kain bermotif kuno miliknya. Motif kuno kian langka karena tidak banyak pemudi yang punya kekuatan spiritual mumpuni untuk menyalin motif dari para puak.

Bagi perempuan suku Dayak Iban, motif bukan sekadar gambar. Ia adalah pusaka warisan nenek moyang. Di setiap goresan ada pengalaman spiritual dan persepsi tentang alam. Baik sisi keindahan maupun bahayanya.

KAIN-kain buah tangan para penenun muda biasanya digantung di dinding ruai (ruang tamu) rumah-rumah Betang. Warna-warnanya cerah dan motifnya menggambarkan bunga, pohon, dan keindahan alam yang lain. Tetapi, ada juga motif-motif kuno yang disimpan rapat dalam peti-peti milik perempuan Dayak yang sudah berusia lanjut (puak). Warnanya lebih suram; tema motifnya lebih seram. Membuatnya pun tidak boleh sembarangan.

Nenek Mandang berbaik hati bersedia menunjukkan peti koleksinya. Perempuan berusia 78 tahun tersebut punya beberapa koleksi motif kuno. Sesuai dugaan, kain pertama yang dibuka Mandang membuat bulu kuduk merinding. ’’Ini hantu,’’ kata Mandang kepada Jawa Pos (Grup Jawa Pos) awal Oktober di Lanjak, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Dia mengatakan itu sambil menunjuk ke kain tenun yang dihamparkan. Ada sosok tinggi besar yang digambarkan di situ: bertaring, mata menyala, anting panjang, dan bulu-bulu hitam di sekujur tubuh. Itu gambar hantu Gergasi atau hantu Gerasi Papa.

Dalam mitologi Dayak, dia adalah raja jin terkuat. ’’Suka memangsa manusia,’’ kata Jimmy Linggung, menantu Mandang, menimpali.

Motif-motif lain milik Mandang, di antaranya ular, bebuli (pusaran air), ikan kenyulung (ikan buaya raksasa), serta remaung jangah (hantu penunggu hutan). (Taufiqurrahman/ c4/dos)

Motif dan Kekuatan Spiritual

Dengan menggambar Gergasi, bisa disimpulkan Mandang sangat kuat secara spiritual. Dalam mitologi tenun, penenun harus lebih ’’kuat’’ daripada motif yang digambarnya. Kalau si penenun ’’kalah kuat’’, berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi. Paling sering si penenun meninggal sebelum kain tenun diselesaikan. Lainnya sakit atau terkena musibah.

Level spiritual juga erat berkaitan dengan tingkat ’’bahaya’’ dari sebuah motif. Untuk mudi-mudi yang baru beranjak belasan atau puluhan tahun, mereka merangkai motif dengan tema-tema bunga, pepohonan, daun, buah-buahan, laut, gunung, maupun keindahan alam yang lain.

Tingkatan selanjutnya adalah melukiskan motif hewan, misalnya ayam, singa, dan buaya. Itu bisa dilakukan ibu-ibu berusia 30 tahun hingga 50 tahun. Hewan pun, kalau mitologis, sudah masuk kategori ’’berbahaya’’. Misalnya, motif naga.

Motif paling ’’berbahaya’’ adalah motif manusia, atau potret adimanusia. Seberapa bahaya? Sebut saja jika sedang menggarap bagian kepala, proses menenun harus diteruskan hingga kepala terbentuk sempurna sampai leher baru boleh dijeda. Kalau tidak, pembuatnya bisa celaka.

Tetapi, seorang puak seperti Lada sudah cukup kuat secara spiritual. Karena itu, hobinya memang menggarap motif bergambar manusia. Salah satu karyanya berjudul Sultan. Gambar seorang raja. Beberapa tamu bertanya siapa yang ada di gambar itu. ’’(Ini gambar, red) Jokowi,’’ kata Lada, lantas tersenyum yang tampak ompong.

Lada mendapat inspirasi dari melihat-lihat gambar di sekitar. Inspirasi gambar Jokowi itu didapatnya dari melihat sebuah gambar di dinas pertanian. Entah di kabupaten mana. Tetapi, tidak semua cerita motif berakhir indah seperti ’’Jokowi’’.

Anastasia Cangkeh, seorang penenun muda, bercerita bahwa salah seorang bibinya bernama Nagi pernah terinspirasi oleh sebuah gambar yang ditemuinya. ’’Nama gambarnya Ratu Air,’’ tutur Cangkeh. Nagi pun berniat ingin membuat motif Ratu Air. Tetapi, Nagi didatangi isyarat dalam mimpi yang melarangnya membuat motif tersebut.

Namun, Nagi bersikeras membuat motif tersebut. ’’Setelah beberapa bulan kain selesai, bibi saya meninggal,’’ tutur Cangkeh. Untuk itu, kata Cangkeh, untuk membuat motif-motif seram, seorang penyalin motif terlebih dahulu mencelupkan kain yang akan diteladani. Ujungnya dicelupkan ke air, lantas diminum. Si penyalin juga harus berdoa. ’’Jangan ganggu saya. Yang dulu bikin kamu, saya,’’ kata Cangkeh melafalkan doa tersebut.

Dua motif lain dilaporkan telah ’’menyebabkan’’ sang penenun meninggal. Yakni, Hantu Laut dan Lidah Setan.(*/c4/dos)