BOGOR–Puluhan zombie mengepung Tugu Kujang kemarin (4/12) siang. Mereka adalah awak mobil tangki (AMT) Pertamina, korban PHK sepihak yang sedang berunjuk rasa.
Sudah tujuh bulan lamanya mereka menerima pil pahit diberhentikan oleh perusahaan pelat merah tersebut.
Padahal, tak sedikit dari mereka yang sudah bekerja 15 tahun hingga 30 tahun. Namun, status mereka hingga di-PHK masih outsourcing. Padahal, di SK Dirjen Migas Tahun 2015 tidak boleh ada outsourcing di lingkungan BUMN.
Koordinator aksi Heri Sugiri mengatakan, aksi ini kesekian kali dilakukan gabungan 10 depot AMT yang ada. Sebelumnya, mereka telah melakukan aksi long march dari Bandung–Jakarta, menuju Istana Merdeka. “Aksi kami di Bogor, karena kami tahu presiden ngantor di Istana Bogor. Intinya, kami menuntut untuk segera menyelesaikan permasalahan di Pertamina,” kata dia.
Sebab, menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan tidak bisa memberikan solusi atas masalah yang menimpa mereka. Di sisi lain, nota khusus pengangkatan karyawan tetap sudah didapatkan, tetapi malah kemudian di-PHK sepihak. Bahkan, ada yang di-PHK melalui pesan pendek. “Ini bentuk penindasan luar biasa, sementara pihak ketenaga-kerjaan diam, seolah tidak terjadi apa-apa. Semoga dengan aksi hari ini bisa menimbulkan aksi buruh yang lain, mahasiswa yang lain, dengan penindasan yang terjadi,” ungkapnya.
Dia pun masih tidak terima dengan alasan perusahaan yang memberhentikan mereka. Sebab, mereka dinyatakan tidak lulus seleksi, padahal sudah bekerja di atas 15 tahun. Menurutnya, dengan dikontrak puluhan tahun, sudah menandakan ketidakjelasan. “Untuk sementara fokus aksi di Bogor, seandainya tidak digubris, 1.095 AMT serta anak istrinya akan kepung Istana Bogor,” tegasnya.
Salah seorang pendemo lainnya, Sutarji (40) meminta kepada Pertamina agar membayar upah rapel lembur. “Jam kerja itu seharusnya 8 jam, kalau kerja lebih dari 8 jam dan tidak dibayar lembur, kami meminta agar hak kami dibayar,” ujar Sutarji.
Dia mengatakan, selama lebih dari enam bulan, sebanyak 1.095 buruh dan keluarganya terlunta-lunta akibat PHK yang dinilai tidak resmi.
“Kami bertahan selama enam bulan setengah mati akibat PHK massal Pertamina,” pungkasnya.(wil/c)