25 radar bogor

Perjalanan Hidup Penderita HIV di Bogor

PERIKSA: Petugas saat memeriksa warga yang berisiko terkena HIV di salah satu bank bilangan Jalan Juanda. FOTO DINKES KOTA BOGOR FOR RADAR BOGOR
PERIKSA: Petugas saat memeriksa warga yang berisiko terkena HIV di salah satu bank bilangan Jalan Juanda. FOTO DINKES KOTA BOGOR FOR RADAR BOGOR

Apa yang ditanam, itulah yang dituai. Pepatah tersebut menjadi kalimat penenang NN saat teringat pertama kali divonis mengidap HIV. Meski sempat frustrasi, kini ia mampu hidup seperti yang lainnya.

Laporan: Fikri Setiawan

NN (nama samaran) seorang mantan pecandu. Saat remaja, ia jarang tinggal di rumah sehingga memiliki banyak kesempatan untuk menjajal segala jenis narkoba. Mulai ganja, putau, hingga sabu pernah digunakannya.

“Sejak usia sekolah tahun 1995. Paling lama itu pakai ganja sampai 10 tahun, kemudian kenal putau diselingi sabu,” jelasnya ketika ditemui Radar Bogor di Rumah Singgah Peka, Kelurahan Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat.

Pria asal Bogor itu memang kuliah di salah satu kampus di Kota Malang. Gara-gara keranjingan barang haram itu, kuliahnya pun sempat terbengkalai. Padahal, saat itu hanya tinggal satu semester lagi ia lulus. Terpaksa, saat di semester 5 ia berhenti kuliah lantaran tersandung kasus narkoba.

Setelah beberapa tahun melalui masa pembinaan, NN kembali melanjutkan kuliahnya yang terputus dengan mengantongi surat keterangan bebas narkoba. Hingga akhirnya, lulus pada 2001. “Lulus kuliah diploma. Bersyukur karena saya bisa memberikan apa yang diinginkan keluarga,” ujarnya.

Selepas itu, ia luntang-lantung mencari lowongan pekerjaan hingga kembali pada kehidupan liarnya. Perlahan, ia mulai kembali menggunakan berbagai macam obat terlarang. “Pure pergaulan. Di keluarga, saya anak terakhir dan satu-satunya pengguna napza (narkoba, psikotropika dan zat ddiktif lainnya), bahkan ngajarin orang lain,” terangnya.

Menginjak 2004, ia memiliki keinginan besar untuk sembuh dan menjalani rehabilitasi. Salah satu persyaratan untuk menjalani rehabilitasi, memang perlu menjalani pemeriksaan CVT.

Hasilnya mencengangkan, yakni positif mengidap HIV. Meski menyadari bahwa dirinya salah satu pengonsumsi narkoba dengan jarum suntik bergiliran, hingga kini ia tidak tahu siapa orang yang menularkan virus tersebut. “Memang tak ada gejala-gejala yang dirasakan. Saya sempat berpikir dari mana ini, tapi capek,” katanya.

Saat itu pula ia depresi, bahkan sempat tebersit untuk menularkan HIV pada semua orang di sekelilingnya. Namun, niatan tersebut ia urungkan lantaran menyadari bahwa apa yang menyerang dirinya merupakan kenakalan yang dilakukan semasa muda.

Ia kini menjalani terapi dengan rutin mengonsumsi obat. Tapi, selang dua tahun ia langsung dinyatakan DO dari mengonsumsi obat. Artinya, ia tidak perlu mengonsumsi obat secara rutin setiap hari. Entah apa penyebabnya, sejak 2013 ia diharuskan kembali mengonsumsi obat secara rutin setiap hari.

Meski mengidap HIV, NN tetap bisa menjalani aktivitas sehari-harinya dengan normal. Malah, ia menganggap pemahaman di masyarakat mengenai pengidap HIV yang tidak bisa bekerja dan sekolah itu tidak benar. “Masyarakat tahunya HIV itu penyakit menyeramkan dan kutukan. Padahal, HIV ini virus yang mengganggu kekebalan tubuh. Jadi, penyakit mudah timbul. Mindset masyarakat awam perlu diluruskan, karena penularannya tidak hanya dengan bersentuhan,” paparnya.

Kini, dalam kesehariannya ia kerap mengedukasi masyarakat mengenai bahaya napza. Terlebih, di pelosok yang masih minim akan pengetahuan. Tak hanya itu, sering kali dirinya bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bogor untuk memberikan penyuluhan terkait penyebaran virus HIV.(/c)