CIBUBUR–Pembangunan Tol Cimanggis-Cibitung (Cimaci) masih terus berlanjut, meski menuai polemik. Sehingga ada beberapa titik pembangunan yang terhenti, alias mandek.
Salah satu kendalanya adalah pembebasan lahan. Sejak pembangunan dimulai, permasalahan tersebut seolah tak ada habisnya. Dari harga yang tak sesuai, hingga rumah berharga miliaran rupiah yang enggan dibongkar. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun dituntut harus turun tangan.
Hal tersebut ditegaskan Ketua LSM Pemerhati Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia (PPLHI), Muhammad Nurman. Menurutnya, permasalahan yang terjadi saat ini sangat merugikan negara.
“Seharusnya pemerintah pusat mengawasi proyek tol tersebut, terutama soal pembebasan lahan. Ini kan untuk kepentingan negara, jelas di sini harus dikedepankan kepentingan itu dibanding individu atau kelompok,” tegasnya.
Di sisi lain, sambung dia, Badan Pertanahan Negara (BPN) setempat atau appraisal yang ditunjuk juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat menengah bawah. Sehingga, walaupun masyarakat memiliki sedikit lahan yang terkena pembebasan, BPN bisa memberikan taksiran harga layak.
“Ini bukan soal subjektivitas BPN semata. Dan lagi, bagi pihak-pihak tertentu yang selama ini bertahan (yang ingin harganya sesuai, red) harusnya memiliki kesadaran,” ketusnya.
Nurman meneruskan, jika memang ditemukan adanya oknum atau spekulan tanah yang bermain, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian PUPR, harus segera turun tangan jika pembangunan Tol Cimanggis-Cibitung ingin cepat rampung.
Lanjut dia, saat ini pekerjaan juga dilakukan tak berbarengan. Hanya lahan yang sudah dibayar saja yang dibangun. Meski memiliki niat baik, kata dia, hal tersebut dinilai tak efektif.
Dengan permasalahan tersebut, Tol Cimaci yang seharusnya selesai tepat waktu, malah menambah waktu ”istirahat”.
“Dari sisi anggaran juga jadi terendap. Sementara dalam konteks kelancaran transportasi dan ekonomi, ini akan menambah masalah. Kerugian ini sangat luar biasa, negara sangat dirugikan sekelompok orang atau pribadi. Segera carikan solusi dan bertindak tegas, agar proyek pembangunan bisa terealisasi dengan baik,” bebernya lagi.
Sementara itu, Lurah Jatikarya, Kota Bekasi, Sulatifah mengatakan, masyarakat yang terkena dampak pembangunan tol menginginkan harga sesuai. Terlebih wilayahnya yang paling besar terkena dampak pembangunan tol tersebut.
Tak sedikit juga masyarakat mau ganti untung. Padahal, BPN Kota Bekasi sudah melakukan perhitungan sesuai harga pemerintah. ”Memang sudah sampai proses pembayaran. Namun, ada kendala, masyarakat menolak ganti rugi karena tidak sesuai harga pasaran. Kami hanya menjembatani saja agar masyarakat tidak dirugikan,” terangnya.
Sebagai pejabat paling dekat dengan masyarakat, Sulatifah terus memperjuangkan apa yang diinginkan warga. Namun, pembangunan tol merupakan program pemerintah yang harus diikuti. “Kalau hitungan tanah berapa juga itu bukan kapasitas saya. Cuma, tolong, masyarakat saya jangan dirugikan!” tegasnya. (dka/c)