25 radar bogor

Bogor Punya Rumah Tanggap Bencana, Dirakit Dua Jam, Bisa Dipindah-pindah

CEK KETAHANAN: Wali Kota Bogor Bima Arya mengunjungi rumah darurat bencana di RW 11 Kp. Muara Kidul, Kelurahan Pasir Jaya, Bogor Barat, kemarin (17/11).
CEK KETAHANAN: Wali Kota Bogor Bima Arya mengunjungi rumah darurat bencana di RW 11 Kp. Muara Kidul, Kelurahan Pasir Jaya, Bogor Barat, kemarin (17/11).

Kota Bogor merupakan salah satu daerah yang rawan bencana, terlebih di musim penghujan. Berkaca dari itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menghibahkan dua rumah tanggap bencana kepada Pemkot Bogor, kemarin (17/11).

Rumah tersebut dinamakan rumah komposit. Rumah dengan berbagai bahan material itu bisa dirakit. Pengiriman bahan-bahan juga dapat dilakukan dengan jalur darat, laut, atau udara ke lokasi bencana.

“Rumah komposit merupakan salah satu inovasi pelayanan teknologi yang dikembangkan BPPT dalam tiga tahun terakhir,” ujar Ketua Program Promosi dan Kerjasama Pengembangan Rumah Komposit pada Pusat Teknologi Material BPPT, Seto Roseno, di sela-sela pemberian hibah rumah tanggap bencana di Kelurahan Pasirjaya, Bogor, kemarin.

Sebagai pilot project, rumah tipe 36 ini masing-masing ditempatkan di RW 11 dan RW 14, Kampung Muara Kidul, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat. Seto menjelaskan, yang perbedaan dengan rumah pada umumnya terletak pada bahannya. Sebab, rumah berbahan semen, pembangunannya akan lama. “Karena itu, sulit untuk dibangun di kondisi-kondisi darurat,” ucapnya.

Biaya untuk membangun rumah komposit juga relatif ringan. Untuk ukuran 5 x 6 meter sekitar Rp50 juta, dan ukuran 3 x 4 meter di bawah Rp50 juta. Pada prinsipnya, kata Seto, rumah komposit bisa bertahan hingga 10 tahun. “Namun, karena diperuntukkan dalam situasi tanggap darurat, minimal cukup untuk 6 bulan,” beber dia.

Untuk membangunnya juga tidak lama, hanya sekitar satu hingga dua jam. Tapi, itu tergantung berapa jumlah orang yang dikerahkan untuk membangun. “Kebetulan Kota Bogor ini adalah percontohan rumah komposit se-Indonesia,” tandasnya.

Di lokasi yang sama, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, Ganjar Gunawan mengatakan, dengan adanya rumah darurat bencana, maka akan memudahkan BPBD dalam merelokasi warga yang rumahnya terdampak bencana. “Kami sudah siap memberikan fasilitas rumah yang bisa cepat dibuat kepada warga yang terdampak bencana,” tuturnya.

Ke depan, tidak menutup kemungkinan rumah tanggap darurat bencana akan ada di setiap kecamatan. Meski begitu, pihaknya akan terlebih dahulu mengoordinasikannya dengan dinas terkait, mulai ketersediaan lahan dan biaya untuk pengadaan. “Secara teknis, seluruh anggota BPBD sudah menguasai cara membuat rumah komposit,” tukasnya.

Wali Kota Bima Arya menambahkan, tipikal dari warga Kota Bogor yang terkena bencana, sulit untuk diungsikan ke posko penanggulangan bencana. Rata-rata tidak mau dan lebih memilih menumpang ke rumah yang masih satu keluarga. “Rumah komposit ini opsi (alternatif), meskipun sifatnya darurat,” bebernya.

Dia menjelaskan, ada tiga tahapan terkait rumah tanggap darurat bencana. Pertama, memastikan dalam proses uji coba semua sudah seusai dengan hitungan. Kedua, soal ketersediaan lahan yang harus sudah disiapkan setiap camat di wilayah. Lalu yang ketiga, menguji sejauh mana rumah komposit menjadi lentur dan berkembang. “Bukan hanya untuk tanggap bencana saja, namun mampu mengatasi persoalan permukiman warga dengan konsep yang pas,” tukasnya.(wil/c)