25 radar bogor

Transpakuan Mati, Rerouting Bikin Rugi

MANGKRAK: Bus Transpakuan dan bus Uncal andalan Pemkot Bogor kini mangkrak tak beroperasi.
MANGKRAK: Bus Transpakuan dan bus Uncal andalan Pemkot Bogor kini mangkrak tak beroperasi.MELDRICK/ RADAR BOGOR

Sengkarut transportasi masih menjadi persoalan pelik. Sebuah PR besar bagi siapa saja yang kelak memimpin Kota Bogor 2018-2023. Pasalnya, meski bagian dari program prioritas, tapi berbagai jurus yang dilancarkan pemerintahan Bima Arya-Usmar Hariman nyatanya belum mampu menuntaskan masalah ini.

Bua wisata biru berbodi kurus itu kini teronggok di halaman Balaikota Bogor. Padahal, sudah hampir setahun Wali Kota Bima Arya me-launching-nya, berbarengan dengan perayaan malam pergantian tahun 2016-2017.

Sesekali, bus bernama Unforgettable City Tour at Loveable City (Uncal) itu keluar dari halaman Balaikota. Bukan untuk dioperasikan, melainkan untuk terus-menerus menyempurnakan segala kekurangan yang dianggap tidak sesuai dengan standar keamanan.

Uncal bukan satu-satunya andalan Pemkot Bogor yang ‘mati suri’. Bus Transpakuan milik Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) pun bernasib sama. Malah benarbenar mati. Kegagalan PDJT bukan hanya berdampak pada masyarakat sebagai pengguna. Tapi juga pada sebanyak 144 karyawannya.

Infografis seputar Trans Pakuan dan rerouting angkot

”Sejak Januari 2017 tidak gajian. Kita sempat tetap jalan meskipun tidak digaji. Sampai akhir April, benar-benar tidak beroperasi,’’ ungkap Kabag Satuan Pengawas Internal (SPI) PDJT, Tri Handoyo kepada Radar Bogor kemarin.

Dia menuturkan, saban kali ratusan karyawan PDJT mengadukan nasib ke wali kota dan wakil rakyat, tak ada jawaban yang menenangkan. Hingga mereka sengaja menggelar aksi mogok beroperasi demi aspirasinya didengar. Tapi, apa daya. Seiring berjalannya waktu, bus Transpakuan benar-benar mati suri, akhir April lalu.

Menginjak awal Mei, perusahaan pelat merah itu seolah tak bertuan. Direktur PDJT, Krisna Kuncahyo melayangkan surat pengunduran diri kepada Wali Kota Bima Arya. Krisna resmi melepas jabatannya, 5 Mei 2017.

Hal itu pula yang membuat kendali PDJT otomatis berada di genggaman Pemkot Bogor. ”Kita renungkan bareng itu kenapa tidak ada subsidi. Tentunya, pak Krisna harusnya sudah tahu sampai Desember 2016 uang sudah habis. Salahnya PDJT tidak memprediksi 2017 sudah tidak ada anggaran,” ungkap Tri.

Bus Unchal yang digadang-gadang jadi bus wisata kini mangkrak di halaman belakang Balaikota (MELDRICK/ RADAR BOGOR)

Memang, saat itu tidak ada pos anggaran yang bisa digunakan Pemkot Bogor untuk membayarkan gaji ke-144 karyawan. Tapi, saat itu Bima menjamin bisa memenuhi kebutuhan karyawan beserta keluarga dengan bantuan akomodasi. Di antaranya, jaminan kebutuhan minum melalui PDAM Tirta Pakuan; jaminan sekolah anak melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor; serta jaminan kesehatan melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Namun, segala akomodasi yang dijanjikan itu dianggap Tri sebuah bualan. Menurutnya, masih banyak karyawan PDJT beserta keluarga yang tak tercover oleh akomodasi tersebut.

Misalnya, biaya anak yang bersekolah di wilayah Kabupaten Bogor, sudah tentu tidak bisa dijamah oleh Disdik Kota Bogor. ”Tanggal 22 November besok akan dirapatkan, dengan dinas pendidikan, PDAM, ini akan ada semua. Semua tidak tercover,” paparnya.

Kebobrokan lain pada bidang transportasi yaitu: pengaturan ulang rute angkot atau biasa disebut rerouting. Tri Handoyo yang juga merupakan pengusaha angkot ini, mengeluhkan tidak matangnya perencanaan yang dilakukan Pemkot Bogor.

 

Sejak awal diluncurkan Maret lalu, program tersebut tidak benar-benar berjalan. Salah satu rangkaian dari rencana konversi 3 angkot menjadi 1 bus itu dinilai hanya formalitas belaka.

”Sudah tidak jalan sejak dilaunching. Bayangkan! Program rerouting sudah tidak jelas,’’ sebutnya. Dalam rerouting ini, Pemkot Bogor menentukan sebanyak 30 trayek untuk dilintasi, dari sebelumnya yang hanya 23 trayek. Sebagian trayek merupakan jalur yang sebelumnya tidak dilintasi angkot, sebagian lain merupakan gabungan antarjalur trayek eksisting.

Tapi faktanya, rerouting tidak benar-benar terjadi. Hingga kini, para sopir angkot memilih tetap melintasi rute semula. Alasannya, rute baru yang disediakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor sepi peminat.

Alhasil, kondisi itu semakin membuat masyarakat bingung. Pasalnya, beberapa angkot sudah ditempeli stiker rute baru tapi masih melintas di rute lama. Salah satu pengusaha angkot, Tri Handoyo, mengatakan bahwa armadanya sengaja tidak melintas di rute baru lantaran sepi penumpang.

Menurut Tri, hampir semua angkot juga tidak mengindahkan rerouting. Mengikuti aturan itu hanya terjadi saat awal-awal pemberlakuan dan dikawal oleh petugas gabungan.

”Selanjutnya, kembali pada rute masing-masing. Bohong itu mah hanya angka semuanya, jalan cuma satu hari. Trayeknya kan sampai 30, itu cuma nomor,’’ bebernya kepada Radar Bogor.

Untuk diketahui, angkot yang seharusnya beroperasi di jurusan TPK 2, TPK 3, TPK 4, TPK 5, TPK 6, kini tetap beroperasi di jurusan 02, 03, 01, 09, serta 08. Tidak ada jaminan para sopir angkot beroperasi di rute baru. Pasalnya, beroperasi di rute sebelumnya pun sudah membuat pendapatan menurun.

“Jelas penumpang kebingungan. Ini program jelas saya tolak. Pemerintah enak saja main pindahin-pindahin,” ketusnya.

Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, M. Ischak mengatakan bahwa bukan hanya Tri pengusaha angkot yang mengeluh. Hampir semua pengusaha angkot di Kota Bogor mengeluhkan hal serupa. Rerouting bikin mereka merugi.

Kondisi menggantung seperti ini membuat penghasilan para pengusaha angkot menurun. Tak tanggung-tanggung, penurunannya bisa mencapai angka 50 persen.

“Jadi, jangan hanya launching tapi kenya taannya tidak berlanjut. Akibat daripada itu semua usaha angkot menurun drastis, hampir 50 persen penurunannya. Parah, karena kepastian usahanya jadi tidak ada,” ujarnya.

Rerouting, menurutnya, memang sudah semestinya diberlakukan. Pasalnya, sudah sejak 1983, rute angkot di Kota Bogor tidak diubah. Tapi, cara penerapannya jauh dari kata efektif. Dishub Kota Bogor sebagai pihak yang mengatur soal pemberlakuan rerouting dianggapnya tidak becus.

“Memang sudah saatnya melakukan rerouting karena perluasan wilayah Kota Bogor. Tapi kendalanya tidak becus kerja. Walikota harus tegas, orang-orang yang memang ahlinya ke Dishub, yang sekolahnya memang di bidang itu,” kata Ischak.

Kini pihaknya masih menunggu kejelasan Pemkot Bogor untuk memberlakukan rerouting di Kota Bogor. “Sama sekali tidak berjalan, hanya di atas kertas. Buktinya kan bergitu. Pengusaha minta kepastian kepada Wali Kota, mau jadi ya jadi, mau tidak ya tidak,” tandasnya.

Soal ini, pernyataan Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bogor, Agus Suprapto, seakan membenarkan Dia mengaku, hingga kini belum ada laporan terbaru soal rerouting. Pihaknya baru akan mengundang para peng usaha angkot untuk membicarakan terkait evaluasi rerouting.

”Evaluasi rerouting belum update. Belum ada update informasi ke saya. Kemarin bidang angkutan juga sudah mengundang beberapa badan hukum kembali,’’ ucapnya.

Redaksi juga menanyakan soal bus Uncal yang hingga kini belum bisa dioperasikan. Menurut Agus, permasalahan sebelumnya soal surat registrasi uji tipe (SRUT) kini sudah selasai. Tapi, dalam waktu dekat akan dimodifikasi pada bagian lampu sesuai standar keselamatan kendaraan umum.

”Sabtu (18/11) ini akan dibawa ke Bandung untuk dipotong dikit kelebihan lampunya dan pemasangan safety belt. SRUT-nya dari Dirjen Perhubungan Darat sudah keluar,’’ kata Agus.(rp1/d)