25 radar bogor

Tutup Peluang Setnov Praperadilan, KPK Harus Gerak Cepat

Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi dalam kasus KTP elektronik Andi Narogong di Pengadilan Tipikor, Jumat (31/10)

JAKARTA–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus gerak cepat membawa Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) ke meja hijau. Langkah tersebut guna menutup peluang ketua umum DPP Partai Golkar itu mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menyatakan, pengalaman pernah kalah praperadilan dari Setnov pada 29 September lalu menjadi pelajaran penting bagi KPK. Hal itu bisa saja kembali terulang bila komisi antirasuah tidak segera membawa Setnov ke pengadilan. ”Kalau terlalu lama diproses akhirnya (Setnov) punya waktu melakukan praperadilan,” ujarnya, kemarin (11/11).

Sebagaimana diberitakan, tensi antara KPK dan kubu Setnov kian memanas. Itu setelah lembaga superbodi tersebut menetapkan Setnov sebagai tersangka untuk kedua kalinya. Kubu Setnov pun tidak tinggal diam. Mereka melapor­kan KPK dengan tuduhan melawan putusan pengadilan (pasal 414 KUHP) dan dugaan menyalahgunakan kekuasaan (421 KUHP).

Kasus itu dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Jumat (10/11) malam atau setelah KPK secara resmi mengumum­kan Setnov sebagai tersangka e-KTP. Bukan hanya pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang yang dilaporkan Achmad Rudyansyah (pengacara Setnov) itu. Tapi juga Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman dan ketua satuan tugas (kasatgas) kasus e-KTP Ambarita Damanik.

Melihat kondisi tersebut, Ray meminta KPK tidak berlama-lama mengusut kasus Setnov. Selain bisa memberi ruang bagi orang nomor satu di parlemen itu untuk melakukan manuver, gerak cepat itu juga menunjukan bahwa alat bukti keterlibatan Setnov dalam kasus e-KTP yang dimiliki KPK sangat kuat. ”Jangan dilama-lamakan,” imbuh dia.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Golkar, Maman Abdurrahman menyata­kan arahan partai tetap memi­sahkan posisi Setnov sebagai ketua umum dan tersangka kasus e-KTP. Atas dasar itu, Set­nov membentuk tim hukum sendiri guna menghadapi proses hukum di KPK. ”Beliau mem­bentuk tim hukum sendiri di luar Partai Golkar,” terangnya di Jakarta, kemarin.

Dia menerangkan, dalam waktu dekat bakal ada rapat internal menindaklanjuti dinamika kasus tersebut. Meng­acu penetapan tersangka 17 Juli lalu, Maman menyebut partainya menyerahkan fungsi operasional ketua umum kepada ketua harian dan sekre­taris jenderal (sekjen). ”Namun untuk kedepannya kami belum tahu, kami akan lihat dua hari ini,” ungkapnya.

Dia juga memastikan Setnov sebagai warga negara Indonesia (WNI) yang baik bakal mentaati proses hukum di KPK. Khusus­nya ketika nanti KPK memanggil Setnov sebagai tersangka dan kemungkinan dilakukan penahanan. ”Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama proses hukum itu sesuai dengan hukum acara,” paparnya.
Upaya mencegah kegaduhan hukum terkait penersangkaan Setnov terus disuarakan. Setelah Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla juga meyakini pene­gak hukum bertindak profesional dengan mengacu kepada bukti dan fakta. Baik dalam hal pener­sangkaan Setnov maupun kasus dugaan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan pimpinan KPK.

Khusus tentang surat pemberi­tahaun dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap pimpinan KPK, JK sepakat dengan Jokowi. Dia mengi­ngatkan agar penegak hukum tidak gegabah. ”Presiden sudah memberikan arahan, kapolri juga sudah memberikan arahan. Kalau memang ada buktinya silakan,” tuturnya di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur kemarin.

JK yakin para penyidik kepoli­sian akan memperhatikan ara­han tersebut dan bertindak lebih hati-hati. ”Presiden kan tertinggi (posisinya), pasti dijalankan,” lanjutnya. Jangan sampai penyidik bertindak tanpa dasar yang jelas sehingga menimbulkan kesan kriminali­sasi terhadap pimpinan KPK seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

Sementara itu, ketika dising­gung mengenai kembalinya Setnov menjadi tersangka, JK enggan menanggapi lebih lanjut. ”Itu urusan KPK lah,” ucap­­nya seraya tertawa. Menu­rut JK, memberantas korupsi merupakan tugas KPK. Kalau memang kemudian ada buktinya, tentu KPK akan bertindak lebih jauh. (tyo/byu)