25 radar bogor

Buruh Tuntut UMK 3,9 Juta

BOGOR–Tahun 2018 bakal menjadi tahun yang berat bagi pengusaha di Kota Hujan. Pasalnya, buruh Kota Bogor menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) sebesar Rp3,9 juta, atau naik Rp677 ribu, dari UMK Kota Bogor tahun 2017 yakni Rp3.272.143.

Angka ini didapat setelah serikat pekerja melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) beberapa waktu lalu. Yakni ada tiga komponen kenaikan dalam KHL. Pertama, angka kontrakan rumah dari Rp850.000 menjadi Rp1 juta per bulan. Kedua, angka transportasi dari Rp450.000 menjadi Rp600.000 per bulan. Ketiga, biaya listrik yang semula Rp175.000 menjadi Rp300.000.

Ketua Konsultan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Kota dan Kabupaten Bogor, Willa Faradian menuturkan, tuntutan UMK Rp3,9 juta akan mereka suarakan dalam aksi long march di Jakarta besok (10/11).

Kurang lebih ada dua ribuh buruh yang akan dikerahkan. “Aksi long march ini akan mengambil start dari kantor pengawas Ketenaga­kerjaan Cibuluh, melalui Tugu Kujang, gerbang Pemkab Bogor, Depok, dan finish di Istana Presiden Jakarta pada 10 November,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Selain UMK, ada beberapa poin yang juga dituntut para buruh. Di antaranya, mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurut Willa, PP ini mendorong pengupahan berdasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi semata. Tidak mengikutsertakan unsur buruh di dalam rumusannya.

Para buruh juga menyayangkan salah satu poin dalam PP, yakni kenaikan upah setiap tahun menjadi baku. Artinya, kenaikan upah dari tahun ke tahun sama. PP tersebut dinilai juga meng­hilangkan hak berunding serikat buruh. Sehingga bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Bogor, Samson Purba mengaku , belum bisa menanggapi tuntutan buruh sampai pada pembahasan UMK yang rencananya akan dilakukan Jumat (10/11).

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Wasto Sumarno mengatakan, dari beberapa tuntutan yang dikemukakan serikat pekerja ada yang bisa dipertimbangkan. Namun, harus melibatkan unsur Depekab.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bogor Yous Sudrajat mengungkapkan, Depekab akan melakukan rapat pada 14 November untuk membahas apa yang telah disampaikan oleh para buruh.

Karena pada 21 November, hasil musyawarah tersebut sudah harus diterima oleh Gubernur Jawa Barat. “Hasilnya nanti akan disampaikan kepada bupati sebagai rekomendasi untuk disampaikan kepada gubernur,” ucapnya.

Untuk UMK, lanjut Yous, tetap berpedoman kepada PP 78/2015 yakni 8,71 persen sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sehingga yang perlu didiskusikan selanjutnya adalah upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).

“Dalam UMSK ada sektor satu 10 persen, sektor dua 15 persen dan sektor tiga 20 persen. Namun, pada kenyataannya ada yang masuk sektor tiga tetapi dalam pelaksanaannya perusahaan kurang begitu mampu untuk membayar,” pungkasnya. (ran/rp2/c)