CISARUA–Dilanjutkannya pembangunan resort di kawasan wisata alam Talaga Warna, tak hanya memicu aksi unjuk rasa dari masyarakat. Upaya penolakan juga datang dari Yayasan Hutan Lestari Indonesia (YHLI).
“Harus ditiadakan. Kami capek karena usaha untuk memperbaiki alam dari hulu Sungai Ciliwung sia-sia. Sementara ada pembangunan-pembangunan yang sifatnya tidak begitu berdampak banyak untuk masyarakat,” kecam Ketua YHLI Ardedi Tanjung kepada Radar Bogor, kemarin (08/11).
Ia mengatakan, bangunan yang berdiri di cagar alam sangat bertentangan dengan kajian lembaganya. Perlu ada pengawalan terhadap Perda Kabupaten Bogor. Artinya, regulasi yang ada mesti ditegakkan dalam bentuk tidak ditolerir.
“Posisinya sendiri kan sudah jelas di Telaga Warna, di hulu Sungai Ciliwung. Harusnya di sana itu ditanami pepohonan, bukan untuk mendirikan bangunan yang sifatnya nanti akan merusak resapan hulu sungai,” bebernya.
Ardedi pun meminta dukungan dari Pemkab Bogor dan seluruh elemen. Misalnya, untuk mengantisipasi pembabatan atau pendirian bangunan liar. Dalam praktiknya, kata dia, perlu ada aturan yang mengawal. “Ini harus diperkuat oleh perda. Kalau tidak ada, sanksinya bagaimana?” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Bina Tata Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Erlina Permana menjelaskan, jika berkaitan dengan lahan dan hutan, hal itu masuk kewenangan Perhutani.
“Itu bukan ranahnya kepala daerah. Telaga Warna memang masuk cagar alam, dan yang memberikan izin itu adalah kehutanan. Kami tidak berkewenangan soal itu,” singkatnya.
Sebelumnya diberitakan, rencana pembangunan resort di dekat wisata Telaga Warna, Kampung Ciburial, Kecamatan Cisarua, memicu penolakan warga. Hal serupa juga dilakukan aktivis pencinta alam Komunitas Konsorsium Save Puncak.
Menurut tokoh masyarakat Telaga Warna, Jumono, kawasan Puncak sudah amat kritis. Sebagai hulu Sungai Ciliwung, seharusnya pemerintah mendukung gerakan penghijauan. “Katannya mau menertibkan bangunan, eh sekarang malah bikin resort yang jelas ada di kawasan hutan lindung. Apa ini normal?” ujar Jumono heran.(don/c)