25 radar bogor

Penghayat Kepercayaan Tercatat di KTP

BOGOR–Perjuangan para penghayat kepercayaan untuk bisa diperlakukan sama dalam data kependudukan menuai hasil. Kemarin (7/11), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan jika penghayat kepercayaan bisa masuk dalam identitas kependudukan baik kartu tanda penduduk (KTP) maupun kartu keluarga (KK).

Nantinya, pemeluk kepercayaan bisa akan tertulis kata penghayat kepercayaan pada kolom agama KTP atau KK-nya. Berbeda dengan sebelumnya yang kerap kali dikosongkan. Gugatan itu sendiri diajukan oleh Ngaay Mehang Tana (penganut kepercayaan Komunitas Marapu), Pagar Demanra Sirait (Paralim), Arnol Purba (Ugamo Bangsa Batak),dan Carlim (Sapto Darmo).

Mereka mempersoalkan pasal 61 ayat 1 dan 64 ayat 1, serta pasal 61 ayat 2 dan 64 ayat 5. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, frasa “agama” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 yang secara tegas menjamin setiap orang merdeka memeluk agama sesuai kepercayaannya.

“Hak atau kemerdekaan warga negara untuk menganut agama dibatasi pada agama yang diakui sesuai peraturan perundang-undangan,” ujar Hakim Ketua MK Arief Hidayat dalam putusannya. Mahkamah juga berpendapat, adanya frasa “penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama” telah membatasi hak atau kemerdekaan warga negara pada agama yang diakui perundang-undangan semata.

Konsekuensinya, tanggung jawab atau kewajiban konstitusional negara untuk menjamin dan melindungi hak warga untuk menganut agama akan terbatas pada warga yang agamanya diakui. Dalam putusan tersebut, MK juga menyatakan bahwa jenis aliran kepercayaan tidak perlu dicantumkan ke dalam KTP. Mengingat, jumlah dan jenis penghayat kepercayaan di Indonesia begitu banyak dan beragam.

Cukup ditulis keterangan bahwa yang bersangkutan merupakan penghayat kepercayaan, sehingga tidak merepotkan dari sisi pencatatan kependudukan. Menanggapi putusan tersebut, pemerintah menyatakan akan tunduk dan melaksanakan. ’’Putusan MK bersifat final dan mengikat,” ujar Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh saat ditemui di kantor Kemenkominfo kemarin (7/11).

Pertama, karena MK mengakomodasi kepercayaan untuk dicantumkan di kolom KTP, maka pihaknya harus mendata terlebih dahulu apa saja aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Pihaknya hanya akan mencatat kepercayaan yang sudah diakui oleh Kemenag dan Kemendikbud. Setelahitu, Dirjendukcapil akan memperbaiki aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) beserta database-nya.

Usai diperbaiki, pihaknya akanmenyosialisasikan ke 514 kabupaten/kota se- Indonesia. Karena itu, dia memintawaktu setidaknya satu bulan untuk menyiapkan hal-hal tersebut sebelum benar-benar menerapkan putusan MK.

Bila nanti putusan MK tersebut diterapkan, maka otomatis isi KTP, terutama yang akan dicetak ke depan, akan berubah. Pada kolom agama, akan diberi tambahan kata ’kepercayaan’.

Sehingga, formatnya menjadi agama/kepercayaan. Para penganut kepercayaan yang terlanjur mencantumkan agama tertentu dalam KTP bisa mengajukan perubahan data agama. Tentunya dengan catatan, kepercayaan tersebut telah diakui Kemenag dan Kemendikbud.

Langkah terakhir, Kemendagri akan mengajukan perubahan UU Administrasi Kependudukan melalui prolegnas. Sehingga, perubahan yang diputuskan MK bisa langsung terakomodir dalam UU. Ke depan, dia mempersilakan para penganut kepercayaan untuk melaporkan dirinya ke kelurahan, desa, atau kecamatan setempat. Dari situ, barulah datanya bisa dicatat. ’’Dukcapil itu tugasnya seperti malaikat. Hanya mencatat, tidak boleh memvonis ini agama atau bukan agama,’’ tutur Zudan.

Meskipun demikian, sedikit berbeda dengan MK, Zudan mewacanakan untuk mencatat aliran kepercayaan itu secara terperinci. Misalnya, aliran kebatinan perjalanan, penghayat kapribaden, atau lainnya. Dia beralasan hal itu dilakukan demi mendukung perencanaan pembangunan.

’’Bila hanya ditulis penganut kepercayaan, bagaimana kita tahu bahwa di situ ada Sunda Wiwitan,’’ jelasnya. Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Sri Hartini mengungkapkan, data terkini di Indonesia ada 187 aliran atau kelompok penghayat di seluruh Indonesia.Nantinya bukan berarti Kemendikbud menyiapkan 187 jenis buku untuk masing-masing aliran penghayat itu. Tetapiakan dikeluarkan buku untuk aliran penghayat yang bersifat universal.

’’Terkait ritual atau ibadahnya, itu bukan di sekolah. Tetapi dikeluarga,’’ jelasnya. Sri mengatakan selama ini siswa dari kelompok penghayat atau aliran kepercayaan tidak terlayani dengan baik. Mereka ada yang terpaksa ikut materi pelajaran agama yang sudah ada di sekolah.

Untuk menyiapkan proses pengajarannya, Kemendikbud sudahmenyiapkan 18 orang18 orang asesor dan 42 orang penyuluh kepercayaan. Kemendikbud bersama Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Indonesia (MLKI) sedang melakukan pendataan secara rinci siswa-siswa dari kelompok penghayat atau penganut kepercayaan.

Sementara itu, Ketua Umum Aliran Kebatinan Perjalanan Andri Hernandi menjelaskan, sejak UU Administrasi Kependudukan tahun 2006 berlaku, dia mengosongkan kolom agama di KTP-nya. Sebab, dalam UU tersebut dinyatakan jika agama yang dicantumkan dalam KTP haruslah yang diakui pemerintah.

Ketua MUI Kabupaten Bogor, Ahmad Mukri Aji menjelaskan, keputusan MK dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di lapangan. “Sudah diputuskan dan diketuk palu tetapi aplikasi di lapangan yang sepertinya bisa menimbulkan permasalahan,” ujarnya. Sejauhini, agama yang diakui di Indonesia sebanyak enam.

Sehingga,penerapan kepercayaan yang tertulis dalam KTP bisa saja menimbulkan masalah baru. Ia meminta keputusan tersebut dapat disosialisasikan, termasuk model penerapannya bagaimana. “Kepercayaan ini sensitif, dan sepertinya akan menjadi bom waktu,” ujar dia.

Terlebih, MUI mencatat di Kabupaten Bogor ada beberapa penganut kepercayaan yang masih dalam pengawasan MUI. “Kita nanti lihat seperti apa dan akan kita koordinasikan untuk mengantisipasi di daerah.

Seperti kita tahu, setidaknya ada 18 paham yang menyimpang berada di lingkungan wilayah Kabupaten Bogor, ini nanti yang perlu diluruskan,” tuturnya. Sementara itu, KetuaMUIKota Bogor,Mustofa Abdullah mengaku belum mendapatkan kabar terkait dengan putusan MK tersebut. “Sayabelum mendengar, tapi saya kira ketika sudah memenuhi prosedur hukum, tidak masalah,” tukasnya.(ded/jp/c)