25 radar bogor

Buruh Ancam Demo Akbar ke Istana

Sofyansyah/Radar Bogor DEMO LAGI: Ribuan buruh FSPMI Bogor dan SPN Bogor, kemarin (07/11), menggeruduk Kantor Bupati Bogor.

CIBINONG–Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Bogor dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Bogor, kemarin (07/11), kembali menggeruduk Kantor Bupati Bogor. Para buruh masih memperjuangkan tuntutannya yang hingga kini belum terpenuhi, yakni pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015.

Ketua Konsulat Cabang FSPMI Bogor, Willa Faradian mengatakan, kehadiran PP tersebut membuat para buruh resah. Pasalnya, sewaktu-waktu perusahaan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan mutasi. Maka dari itu, serikat pekerja di Bogor meminta bupati segera membuat kebijakan sendiri yang pro terhadap kaum pekerja.

“Kami sangat berharap bupati mengusulkan penghapusan PP 78/2015. PP itu memang dibuat oleh presiden tetapi tidak pro terhadap buruh,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Jika aksi yang dilakukan buruh belum membuahkan hasil, maka serikat pekerja di Bogor akan melakukan aksi long march ke Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/11) mendatang. Diperkirakan sebanyak 5.000 buruh asal Bogor turut dalam aksi akbar itu. “Nanti kami akan bergabung dengan teman-teman buruh dari wilayah lainnya untuk sama-sama menolak PP 78/2015 sebagai dasar penetapan UMK tahun 2018 mendatang,” tegasnya.

Senada, Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Bogor, Agus Sudrajat menegaskan, seharusnya pemerintah daerah dan pusat menetapkan UMK berdasarkan poin-poin kebutuhan hidup layak (KHL), bukan berdasarkan PP 78/2015. “PP itu bertentangan dengan UU 13/2013 yang mensyaratkan kenaikan upah berdasarkan setelah melakukan survei pasar. Sedangkan PP 78/2015 mengatakan kenaikan UMK hanya berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi atau 8,71 persen,” imbuhnya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Amin Sugandi mendukung para buruh untuk menolak PP 78/2015. Amin mengaku lebih setuju jika penetapan upah berdasarkan poin-poin KHL sesuai UU 13/2003. Karena menurut Amin, penetapan upah berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi angkanya meragukan. Meski itu data dari Badan Pusat Statistik (BPS).(rp2/c)