25 radar bogor

Ki Wahyu Lestarikan Budaya Pembuatan Kujang

BANGGA : Ki Wahyu (kiri) menunjukkan keris buatannya kepada CEO Radar Bogor Group di gelerinya, kemarin.

TAK ada cara lain untuk menyelamatkan warisan budaya ini kecuali keterlibatan semua pihak, terutama Pemerintah Kota Bogor. CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu, sore kemarin mengunjungi bengkel dan galeri Ki Wahyu di Jalan Parung Banteng, RT04/01 Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor itu.

”Harusnya mendapat perhatian serius Pemkot Bogor, karena ini (budaya pembuatan kujang, red) memiliki nilai warisan budaya tinggi,” ujarnya.

Galeri khusus, menurut Hazairin, sangat diperlukan. Siswa, mahasiswa, turis, harus datang ke galeri, yang tidak hanya sebagai objek budaya tetapi juga bisnis. ”Supaya mudah dijangkau, galeri itu bagusnya di tengah kota,” katanya.

Semua tamu Pemkot dibawa ke situ. Bila perlu tamu-tamu hotel yang rombongan itu. Galeri ini dapat menjadi salah satu ikon dan kekuatan pariwisata Kota Bogor. ”Menjadi objek city tour,” kata Hazairin. Selain itu, pelestarian pembuatan kujang

juga menjadi potensi usaha home industry. Jika dibina dengan benar, maka banyak tenaga kerja yang bisa terserap di bisnis pelestarian budaya ini.

Pernyataan itu diamini Ki Wahyu. Pria kelahiran Bandung,3 Agustus 1953, itu mengaku memiliki kisah tersendiri bagaimana ia bisa menggeluti pembuatan kujang. ”Saya menemukan kujang tertancap di atas batu tepi sungai pesisir Sukawayana,” tutur Ki Wahyu kepada Radar Bogor pekan kemarin.

Kecintaan Ki Wahyu pada senjata tradisional kujang ini sangatlah serius. Dia bahkan mendatangi pemilik dan kolektor kujang kuno yang berada di Bogor, Sukabumi, hingga Banten.

“Saya juga berburu sampai ke museum-museum seperti Museum Siliwangi, Sri Baduga, bahkan hingga ke Keraton Kasepuhan yang ada di Cirebon,” cerita Wahyu.

Saat ini, Ki Wahyu menjadi satu-satunya pembuat kujang di Kota Bogor yang mengerti dan sesuai dengan sumber sejarah Sunda Pajajaran. Pengetahuan sejarah mengenai

senjata tradisional kujang ini didadapatkan Ki Wahyu dari Anis Jatisunda yang menguasai informasi mengenai sejarah sunda Pajajaran. “Jadi, saya mulai mempelajari segala macam bentuk dan jenis kujang yang tertulis dalam naskah yang disimpan Kang Anis,” ungkapnya.

Ayah dari enam anak ini menuturkan, mulai mengoleksi dan membuat kujang sejak 1995 dan mulai serius menjadikan hasil karya pembuatan kujangnya menjadi bisnis di tahun 2005.

“Awalnya, saya membuat kujang untuk kesenangan sendiri dan koleksi, sampai akhirnya tahun 2005, bertemu Ibu Wali Kota Bogor saat itu, Ibu Fauziah Budiarto yang mendorong saya berbisnis kujang, sampai perizinan hingga SIUP difasilitasi gratis oleh beliau,” beber Ki Wahyu.

Kujang yang dijual Ki Wahyu dalam berbagai macam bentuk, dibuat berdasarkan yang pernah ditemukan dan yang tertulis dalam naskah Kang Anis, tentang kujang. “Ada dua proses pembuatannya, yaitu kujang bahan besi sejenis dengan pamor yang dilukis secara teknik proses kimia, serta kujang bahan besi campur dengan pamor yang muncul secara alami dari perbedaan besi dan baja,” kata Ki Wahyu.

Dalam galerinya, kujang yang dipamerkan dan dijual oleh Ki Wahyu tersebut, mulai dari pin, replika Tugu Kujang, plakat kujang mulai dari 23 cm hingga ukuran besar, serta kujang pusaka. Ki Wahyu menyebutkan, pembuatan atau penempaan kujang pusaka berbeda denganpembuatan kujang lain.

“Kujang pusaka dibuat 7 hingga 10 hari setelah kemunculan bulan purnama dan penempaan besinya juga hanya boleh dilakukan di hari Senin dan Kamis. Selama pembuatan kujang pusaka saya melakukan puasa mutih agar hasil dari kujang pusaka lebih maksimal,” jelasnya.

Guru Teupa Kujang Pajajaran adalah nama usaha pembuatan kujang yang digeluti Ki Wahyu. Ki Wahyu memamerkan hasil kujang buatannya di galerinya yang bertempat di Jalan Parungbanteng, Katulampa.

”Alhamdulillah, usaha yang saya bangun ini bisa menjadi lapangan pekerjaan bagi warga sekitar rumah saya dan dalam sebulan kami bisa menghasilkan omzet Rp40 juta,” pungkasnya. (cr1/c)