25 radar bogor

Registrasi SIM Card Rawan Manipulasi

Seorang warga membaca sms pembritahuan seputar registrasi sim card dari Kominfo. Sejak diwajibkan tanggal 31 Oktober lalu pendaptar ulang tembus 30 Juta pengguna (Anggi Pradhita/Kaltim Pos)
Seorang warga membaca sms pembritahuan seputar registrasi sim card dari Kominfo. Sejak diwajibkan tanggal 31 Oktober lalu pendaptar ulang tembus 30 Juta pengguna (Anggi Pradhita/Kaltim Pos)

JAKARTA – Upaya pemerintah menekan angka kriminalitas pengguna handphone terancam tak berjalan sesuai rencana. Registrasi SIM card dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK) rawan manipulasi. Sebab, di internet bertebaran scan KK yang datanya bisa digunakan untuk registrasi.

Saat ini, ratusan scan KK lengkap dengan NIK dan nomor KK bertebaran di dunia maya. Cukup dengan ketik keyword kalimat ”scan kartu keluarga” di mesin pencarian internet, ratusan KK sudah berderat.

Sumber Jawa Pos (Grup Radar Bogor) menyatakan, memani­pulasi registrasi dengan menggu­nakan data dari scan KK yang ada di internet sangat mudah. Pada dua percobaan pertama, dia mendapati kuota NIK dan nomor KK yang sudah penuh kuotanya. Dia diminta untuk mendaftarkan diri ke konter.

Namun, pada percobaan ketiga, dia sudah bisa menemukan NIK dan nomor KK yang bisa digunakan untuk registrasi. KK itu tercatat milik seorang warga Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, berinisial DDG.

Dengan fakta tersebut, niatan untuk mempermudah iden­tifikasi pelaku kejahatan akan sulit dilakukan. Sebaliknya, yang terjadi justru tindakan salah tangkap.
Kerawanan itu diakui oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrullah. Sebab, prinsip registrasi ulang SIM card hanya mencocokkan NIK dengan KK tanpa melihat siapa yang melakukannya.

”Misalkan saya, bisa registrasi nomor HP saya dengan NIK bapak saya dan nomor KK bapak saya. Karena yang dibutuhkan hanya kesesuaian NIK dan nomor KK,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (5/11).

Oleh karenanya, dia menyayang­kan banyaknya scan KK yang bertebaran di dunia maya. Padahal, sejak awal, pihaknya sudah meminta masyarakat untuk tidak memublikasi data krusial seperti nomor NIK, nama ibu, maupun KK yang menjadi basis data kepen­dudukan.

Menurutnya, data pribadi seharunya menjadi bagian dari privasi dan tidak disebarluaskan. Sebab, bukan tidak mungkin, ada orang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan untuk kejahatan.

”Seharusnya masyarakat tidak mengunggah dokumen kependudukan miliknya. Karena hal tersebut bisa merugikan dirinya sendiri,” imbuhnya.

Jika ada yang sudah telanjur pernah menginput nomor NIK maupun nomor KK ke dunia maya, Zudan meminta masyarakat tidak terlalu panik. Sebagai solusinya, dia mengimbau untuk membuat ulang kartu keluarga. Caranya, bisa memecah KK dengan berdiri sendiri maupun pindah ke KK lain sehingga bisa mengubah nomor KK.
”Ganti saja, pasti ganti nomor KK-nya. Dan disimpan baik-baik” imbuhnya.

Pria kelahiran Sleman itu juga mengingatkan siapa pun untuk tidak memanfaatkan data orang lain yang tersebar di dunia maya. Sebab, sanksi hukum yang bisa dikenakan tidaklah ringan.

”Ada sanski pidana sampai 10 tahun, dan denda 1 miliar bagi yang menyalahgunakan dokumen kependudukan milik orang lain,” terangnya mewanti-wanti.
Terkait banyaknya KK yang tersebar di internet, Sekretaris Ditjen Dukcapil Kemendagri I Gede Suratha memastikan jika itu bukan dari kebocoran jajarannya. ”Kami pastikan, itu bukan dari kami,” ujarnya.

Dia menduga, banyaknya KK yang ada di internet disebabkan oleh kelalaian pemiliknya. Dalam sebuah proses komu­nikasi, warga memang kerap kali memfoto atau men-scan KK untuk dikirim secara elektronik.(far/and/ang)