25 radar bogor

Pelaku ”Gladiator” Ajukan Banding, Divonis Dua Tahun, Keluarga Hilarius Kecewa

BOGOR–Drama kasus duel ala ”gladiator” pelajar SMA Budi Mulia dan Mardi Yuana yang menewaskan Hilarius Christian Event Raharjo (16), memasuki babak akhir. Ketiga terdakwa: AB, MS dan HK, kemarin (2/11) divonis bersalah hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor.

Terdakwa HK mendapat giliran pertama vonis sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ana Yuliana. Hakim Ana menyebut HK terbukti menempatkan dan menyuruh melakukan kekerasan terhadap korban hingga menyebabkan kematian. Musabab itu, HK divonis dua tahun pidana penjara dan tiga bulan pelatihan kerja.

Setelah sidang menjatuhkan vonis pada HK, giliran lawan duel Hilarius, AB. Terdakwa AB disebut Ketua Majelis Hakim terbukti melakukan kekerasan terhadap korban hingga menyebabkan kematian. AB diganjar hukuman kurungan penjara dua tahun, serta tiga bulan pelatihan kerja.

Terdakwa ketiga, MS memiliki peran sebagai wasit. Menurut Ketua Majelis Hakim, MS terbukti membiarkan melakukan kekerasan terhadap korban yang menyebabkan mati. Vonis untuk MS sedikit lebih ringan, yakni satu tahun enam bulan penjara dengan tambahan tiga bulan pelatihan kerja.

“Adapun hal yang memberatkan, perbuatan anak menimbulkan keresahan bagi setiap orang tua akan pergaulan di kalangan remaja. Perbuatan anak menimbulkan trauma berat bagi orang tua korban,” ujar Humas PN Kota Bogor Arya Putra kepada Radar Bogor.

Arya mengatakan, hal yang meringankan para terdakwa adalah mereka belum pernah dihukum, merasa menyesal dan bersalah, dan tidak akan mengulangi perbuatan sehingga membuat lancarnya persidangan. Selain itu, ketiga terdakwa juga masih di usia muda, sehingga diharapkan bisa memperbaiki tingkah lakunya agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan negara.

“Ada yang masih bersekolah, dan juga orang tua telah memberikan uang duka kepada orang tua korban,” kata dia lagi.

Mendengar putusan Majelis Hakim, kuasa hukum AB, YS Parsiholan mengaku akan mengajukan banding. Karena menurut YS, putusan tersebut belum cukup untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana fakta yang ada di persidangan. “Jadi, karena ini bingkainya adalah Undang Undang No 11 Tahun 2012, ada hal-hal spesifik yang harus diikuti oleh semua, termasuk dalam putusan hakim ini belum cukup untuk mempertimbangkan hal tersebut. Artinya, tentunya jika persidangan adalah fakta hukum yang dilihat, sebagaimana apa adanya, klien kami bukan dalam posisi harusnya dapat ganjaran hukum seperti itu,” jelasnya.

YS memastikan bahwa pihaknya akan maksimal memperjuangkan hak terdakwa AB, karena menurutnya ada hal-hal yang belum termuat oleh Majelis Hakim. Mengingat undang-undang telah mengamanatkan hakim untuk mempertimbangkan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) Balai Pemasyarakatan (Bapas).

“Jadi, kalau ditanya apa yang paling adil, tentunya apa yang disampaikan oleh Bapas cukup adil untuk diikuti. Hasil dari Litmas Bapas menyatakan anak untuk direhabilitasi di panti sosial. Karena hukuman penjara itu menurut kami adalah upaya terakhir,” tukasnya.

Ditemui usai persidangan, orang tua Hilarius, Venansius Raharjo, menyatakan kecewa dengan hasil putusan sidang yang telah diperjuangkan keluarga selama 20 bulan. Putusan hakim dinilai menyakitkan. “Anak saya kan sudah dihilangkan nyawanya. Kami dari awal hanya berharap yang maksimal hukumannya, sesuai pasal yang ada, kalau putusan seperti ini kami akan banding, karena hasilnya sangat menyakitkan,” katanya.

Pihaknya juga mempertanyakan satu tersangka yang masih buron. Pun masih berharap Presiden Joko Widodo memantau dan bisa menyelesaikan masalah yang menimpanya. “Kami tidak minta apa-apa, hanya minta keadilan,” tuturnya.

Selain itu, ibunda Hilarius, Maria Agnes menilai putusan hakim seperti melecehkan. Dari semula, pihaknya selalu keberatan dengan keringanan soal uang duka. Sedangkan, jika anaknya tidak meninggal, maka keluarga tidak memerlukan biaya pemakaman dan selametan.

“Itu selalu ditekankan untuk meringankan pelaku. Saya berjuang 16 tahun, anak saya agar hidup layak. Tapi dengan begini, semua orang akan menggampangkan untuk anaknya terbunuh, cuman 2 tahun, cuman 1 tahun 6 bulan, ini tidak adil, menyakitkan hati saya sebagai seorang ibu,” urai Maria sembari terisak.

Masih di lokasi yang sama, kuasa hukum korban, Hilarius Event Raharjo, Dudung Amadung khawatir putusan ini akan menjadi sebuah pembiasaan, menghilangkan nyawa seseorang menjadi hal yang murah dan lumrah. “Karena disebutkan tradisi, tradisi yang menyimpang, tapi kemudian karena hukumannya ringan sekali maka akan menjadi pembiasaan, ke depannya,” tuturnya.

Maka, menurut Dudung, akan muncul Hilarius-Hilarius yang lain yang meregang nyawa karena tindakan liar para pelajar. Kemudian, dengan putusan hakim tersebut, maka Bogor sebagai kota layak anak perlu dipertanyakan.

“Buktinya adalah anak-anak tidak aman berada di lingkungan sekolah. Karena di dalamnya ada senior-senior yang menekan dan itu tidak dipantau oleh guru. Ada kemudian teman-teman yang menekan sehingga kemudian mendorong untuk adanya tindakan kekerasan, sehingga kemudian ini menjadi sebuah ketakutan diantara orang tua yang menyekolahkan anaknya di Kota Bogor ini,” tandasnya.(wil/d)