25 radar bogor

Lahan Pertanian Tersisa 321 Hektare

BOGOR–Luas lahan produktif di Kota Hujan setiap tahun terus menyusut. Tanah untuk tanaman padi tersebut banyak yang digunakan sebagai perumahan. Dari total luas wilayah 11.850 hektare, lahan yang digunakan untuk pertanian hanya 2,7 persen atau 321 hektare.

Menurut Kabid Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan Kota Bogor, Apip Supriadi , sepanjang 2017, rata-rata kebutuhan beras di Kota Hujan mencapai 8.562 ton per bulan atau sekitar 102.753 ton per tahun.

Sementara kemampuan produksinya hanya berkisar 540 kilogram dalam sekali panen. “Kota Bogor merupakan daerah konsumen. Sehingga, dengan lahan produktif yang tersisa dan luas lahan sekitar 321 hektare, hanya 10 persen untuk memenuhi kebutuhan beras kita,” kata Apip.

Sementara, BPS Kota Bogor mencatat, potensi pertanian di Kota Bogor hanya berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan. Itu pun, seba­gian besar dimiliki perusa­haan-perusahaan dan para petani hanya bertugas meng­garap lahan-lahan itu. Berbeda dengan data yang dikeluarkan Dinas Ketahanan Pangan, BPS mengklaim, dengan luas sawah 321 hektare, Kota Bogor hanya mampu memproduksi 3 persen dari kebutuhan berasnya.

“Tapi, itu sudah cukup bagus. Fenomena ini kurang lebih sama dengan kota lain di Jawa Barat. Karena, untuk produksi pertan­ian, tidak bisa diban­dingkan dengan kabupaten. Karena perbedaan luas wilayah dan parameter pembangu­nannya,” kata Kasi Produksi BPS Kota Bogor Lukman Ishak.

Menurut Ishak, karena Kota Bogor lebih condong pada kon­sumsi, maka harus mengubah pola pertanian untuk mening­katkan daya beli para petaninya. Dia mencontohkan, pemkot sudah waktunya memulai menggenjot pascaproduksi pertanian. “Kan kon­sumsinya tinggi. Arah perta­niannya diubah dengan mem­bina petani agar bisa lang­sung mengemas beras-beras untuk langsung dikon­sumsi. Langsung di-packing gitu karena akan lebih mengun­tungkan,” katanya.

Jadi, daerah perkotaan mema­ng lebih cocok pada sektor agroin­dustri. “Karena di sini banyak tempat kuliner. Jadi, pasca-panen­nya itu yang mesti diting­katkan oleh pemerintah daerah. Dengan luasan sawah yang ada, memang sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri,” ungkapnya.

Ditambah lagi, Pemkot Bogor belum memiliki rencana detail tata ruang (RDTR), untuk setidaknya mempertahankan eksisting sawah untuk jangka panjang. Belum adanya RDTR, lantaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Bogor saat ini tengah direvisi.

“Justru itu kita belum ada RDTR, sawah juga sedang dipetakan kerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Rencananya, juga akan dibuatkan perda lahan pertanian berkelanjutan. RDTR sendiri nanti akan disusun setelah RTRW disahkan. Jadi, kita masih tunggu RTRW ini untuk segera merancang RDTR,” timpal Kasubid Tata Ruang Bappeda Kota Bogor Naufal Isnaeni.

Menurut Naufal, RDTR akan meng­atur secara rinci rencana pembangunan, peruntukan lahan dan sebagainya yang berkaitan dengan aksesibilitas dan kebutuhan masyarakat. “Tapi, tidak akan mengubah total eksisting yang ada. Misal­nya, jika ada satu wilayah plotti­ng-nya kawasan niaga, akan tetap sama namun diperbaiki dari sisi sarana prasarananya, akomodasi dan transportasinya,” tandasnya.(wil/c)